Budaya Baca dan Koran Dinding

Selasa (12/2) siang, matahari terik menyengat kulit di ramainya lalu lintas kota Surakarta. Berbagai kesibukan masyarakat tetap terus berjalan. Ada tukang becak yang terus menyusuri jalanan mencari penumpang, pedagang kaki lima yang setia menjaga barang dagangannya, dan para siswa yang terlihat ceria bersenda gurau sesamanya di perjalanan pulang

Di persimpangan jalan Gadjah Mada no 59 Surakarta, di bawah pohon rindang terlihat pemandangan unik. Seorang tukang becak bertopi merah sedang mengamati halaman-halaman koran di etalase kaca. Selang sesaat, beberapa orang ikut bergabung dan serius mengamati halaman-halaman koran tersebut.

Sejuknya hembusan angin siang hari, tak mengahalangi aktivitas warga Solo untuk mampir ke persimpangan jalan itu. Ya, tepatnya di depan Gedung Monumen Pers Nasional, di bawah pohon rindang koran-koran dinding itu dipajang dan dikonsumsi setiap hari oleh masyarakat.

Berbagai informasi disajikan melalui koran dinding itu. Isu politik, hukum, ekonomi, olahraga hingga iklan lowongan kerja menjadi konsumsi harian warga Solo di saat siang dan sore menjelang.

warga Solo sedang menikmati sajian koran dinding/foto: dokumentasi pribadi


Koran dinding, saya menyebutnya demikian, menjadi bukti bahwa budaya baca dikalangan masyarakat masih ada. Kemasan menarik, situasi dan suasana yang tepat serta budaya membaca sambil berdiri, menjadi daya tarik bagi koran dinding sehingga senantiasa dikunjungi.

Koran dinding, seperti di kota Solo ini sulit ditemukan di perkotaan Indonesia. Sepenemuan saya, hanya baru di depan gedung societe Sasana Soeke (sekarang gedung monumen pers nasional) budaya baca koran dinding dilestarikan.

Koran dinding menurut saya tak sekadar koran yang ditempel di papan kaca bak papan-papan pengumuman. Lebih dari itu, terdapat suatu budaya baca yang memberikan efek samping positif bagi kebersamaan sebagai satu kehidupan sosial.

Budaya baca koran dinding pun menjadi sajian unik dan menarik di tengah berkembangnya dunia komunikasi informasi. Bisa bersama kita saksikan dan rasakan, di era penuh gadget setiap individu dengan mudahnya mengakses informasi dari situs-situs online. Tak perlu melewati terik matahari dan padatnya lalu lintas, informasi sesuai keinginan dengan gampang dapat diperoleh.

Dengan adanya koran dinding, masyarakat secara langsung dapat berkomentar,  bercoloteh dan berdiskusi tentang topik-topik di koran tertentu yang dipajang. Pola pikir dan sikap untuk mengenal sesama lambat laun akan tumbuh di saat kegiatan membaca. Semua merasa sama, tak ada lagi pembedaan status sosial, semua terfokus menikmati sajian media massa.

Budaya baca dan koran dinding bisa saja menjadi sebuah tawaran baru di tengah semakin menurunnya minat baca masyarakat akan media massa cetak seperti koran. Pemerintah daerah di seluruh Indonesia dimungkinkan untuk menerapkan budaya koran dinding seperti di kota asal Jokowi ini. Tempat-tempat strategis fasilitas umum bisa diletakkan koran dinding. Di samping melayani masyarakat akan informasi, koran dinding bisa dijadikan satu cara untuk meningkatkan kembali budaya baca di kalangan masyarakat luas.

Bagi Anda yang tidak mau membeli koran atau malas membaca, budaya baca koran dinding mungkin pilihan tepat. Di samping unik, tentunya akan menyenangkan dan menambah kenalan dengan sesama pembaca koran dinding.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar