Terima Kritikan, Evaluasi Diri

Isu penggulingan pemerintah di tahun pemerintahannya jilid kedua terus menghangat. Isu penggulingan ini akan dilakukan oleh sejumlah elemen massa pada 20 Oktober mendatang di Istana negara. Ini semua disebabkan ketidakpuasan masyarakat akan pemerintah yang tidak bisa menjawab keinginan rakyat Indonesia. Berbagai dukungan pun terus mengalir untuk menjatuhkan rezim SBY-Budiono. Di samping itu pun ada pula pihak-pihak yang siap menjadi dukungan pemerintah untuk tetap memimpin negeri ini.

Sebagai pemerintah yang tahan akan kritikan dan mengungkapkan bawah kritikan itu adalah bagian demokrasi harus menerima semua ini. Perlu ada catatan-catatan penting yang harus diperhatikan oleh pemerintah. Catatan-catatan ini akan menjadi evaluasi revolusioner untuk tetap memimpin negeri ini. Jika tidak, tragedi 22 Mei 1998 mengenai penggulingan rezim orde baru akan terulang lagi. Jangan sampai ada kata-kata “Ganyang rezim SBY-Boediono”. Berikut hal-hal yang harus dicermati oleh masyarakat, mahasiswa dan kelompok pemantau pemerintah akan rezim SBY :

a. Kasus Century, kasus yang bergulir pada November 2008 untuk menyelamatkan Bank Century dan merugikan negara. Pansus pun telah dibentuk dan menjalankan tugasnya sebagai perekeomendasi. Akan tetapi, hanya fraksi Demokrat dan fraksi PKB yang menyatakan tidak ada kasus pelanggaran prosedur terhadap penyelamatan Bank Century. Akibat kasus ini pun, Sri Mulyani, Mantan Menteri Keuangan Kabinet Bersatu jilid II terlempar dari kabinet. Sepertinya terlempar enak, yaitu terlempar menjadi Direktur Pelaksan di World Bank. Perlu diingat, kasus ini masih belum selesai dan terkatung-katung.

b. Kriminalisasi Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), rezim SBY-Boediono ingin menunjukkan pemerintah yang bebas dari korupsi. Itu bertentangan dengan apa yang terjadi di lapangan, KPK yang bertugas untuk memberantas korupsi dikhianati dengan mengkriminalkan dua pimpinan KPK, Bibit Samat Riyanto dan Candra M Hamzah. Kasus ini terus bergulir, tetapi pihak kepolisian tidak dapat membuktikan, malahan memberikan informasi yang berubah-ubah terkait penyadapan keduanya. Kasus ini memuncak ketika Cicak vs Buaya heboh di negeri ini. Di samping itu, kasus ini juga menimbulkan apa yang dinamakan mafia hukum. Sampai saat ini isu mengkriminalisasikan terus berlanjut dengan dinaikkannya status dua pimpinan KPK menjadi tersangka.

c. Kasus Mafia Pajak. Kasus yang satu ini membuat masyarakat kehilangan kepercayaan pada pemerintah dalam soal pajak. Begitu susah bagi pemerintah untuk mengembalikan citra Direktorat Pajak. Aparat pajak Gayus Tambunan, oknum kepolisian dan aparat penegak hukum lainnya menjadi tokoh central kasus ini. Tidak hanya itu, masih banyak lagi para mafia pajak yang berkeliaran di tubuh pemerintah.

d. Konflik Perbatasan Dengan Malaysia. Kasus ini memiliki dampak besar. Tidak hanya perbatasan, kasus penganiayaan TKI di Malaysia, pencurian ikan, penangkapan petugas kelautan Indonesia dan isu perang pun terus berkembang. Pemerintah yang tidak tegas dan lamban dalam mengambil keputusan membuat gejolak di dalam negeri pun membara. Hingga aksi pembakaran bendera dan pelemparan kotoran ke kedutaan besar Malaysia di Jakarta tak dapat dihindari.

Dari empat evaluasi besar, tentunya masih banyak evaluasi lain yang harus diperhatikan. Evaluasi di bidang pendidikan, hukum, bencana alam dan banyak lagi harus menjadi point penting untuk tetap duduk di kursi pemerintahan bagi rezim SBY-Boediono. Hadapi kritikan rakyat pada 20 Oktober mendatang, beri solusi konkret dan jangan bergerak lamban dalam mengambil keputusan. Masyarakat Indonesia siap mendukung pemerintahan SBY-Boediono jika memberikan keinginan rakyat. Jika tak sanggup lagi, mundurlah dengan bijaksana, itu akan lebih baik untuk kemajuan dan keamanan negeri ini di masa mendatang.

Kewirausahaan dan Roda Perekonomian Negara

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar menyatakan, minat masyarakat Indonesia di bidang wirausaha masih sangat kecil. Saat ini yang menggeluti dunia wirausaha tersebut jumlahnya hanya sekitar satu persen lebih dari 230 juta jiwa penduduk Indonesia. Padahal, untuk menggerakkan roda perekonomian negara, jiwa kewirausahaan itu yang sekarang ini sangat diperlukan. (Kompas,9 Februari 2010)

Wirausaha berasal dari kata wira dan usaha. Wira berarti berani dan pejuang. Sedangkan usaha adalah berbuat sesuatu atau bekerja. Jadi, wirausaha adalah orang yang berani untuk berbuat sesuatu atau bekerja. Sedangkan kewirausahaan adalah proses mengidentifikasi, mengembangkan dan membawa visi ke dalam kehidupan. Menurut Penrose (1963) kegiatan kewirausahaan mencakup indentifikasi peluang-peluang di dalam sistem ekonomi. Berbeda dengan Richard Cantillon (1775), ia mendefinisikan kewirausahaan sebagai bekerja sendiri (self-employment). Dari dua pendapat tersebut ada dua bentuk kewirausahaan, yaitu indentifikasi peluang-peluang dan bekerja sendiri.


Secara sederhana arti wirausahawan (enterpreneur) adalah orang yang berjiwa berani mengambil risiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan. Selain itu, ada pendapat lain yang berbicara tentang pengertian kewirausahaan, yaitu :


a. Peter F. Drucker mengatakan bahwa kewirausahaan merupakan kemampuan dalam menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda.


b. Zimmerer mengartikan kewirausahaan sebagai suatu proses penerapan kreativitas dan inovasi dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan.

Di samping istilah wirausaha dan kewirausahaan, ada istilah yang sering dipakai tumpang tindih dengan wirausaha. Istilah tersebut adalah wiraswasta. Akan tetapi, di dalam kebanyakan literatur mengatakan bahwa kedua istilah ini memiliki arti yang sama.


Wiraswasta terdiri atas tiga kata: wira, swa dan sta, masing-masing berarti; wira adalah manusia unggul, teladan, berbudi luhur, berijiwa besar, berani, pahlwan/pendekar kemajuan, dan memiliki keagungan watak; swa artinya diri sendiri; sta artinya berdiri. Selain itu, ada juga istilah saudagar. Saudagar berasal dari kata, Sau berarti seribu dan dagar artinya akal. Jadi, saudagar berarti seribu akal.


Bertolak dari ungkapan etimologis di atas, maka wiraswasta berarti keberanian, keutamaan serta keperkasaan dalam memenuhi kebutuhan serta memecahkan permasalahan hidup dengan kekuatan yang ada pada diri sendiri ( Wasty Soemanto, 1984: 43). Secara historis, kewirausahaan ini sudah diperkenalkan sejak tahun 1755 oleh Richard Castilon. Di akhir abad 20, kewirausahaan ini baru dikenal di Indonesia.

Di dalam kewirausahaan ada beberapa aspek yang dilihat. Di antara aspek tersebut adalah aspek internal dan aspek eksternal. Aspek internal berkaitan dengan bagaimana sikap seorang wirausahawan dalam mengembangkan inovasi dan kreatifitas yang dimiliki. Di antara sikap yang harus dimiliki seorang wirausahawan adalah, percaya diri, berorientasi pada tugas dan hasil, pengambil risiko, kepemimpinan, keorisinilan, berorientasi masa depan, dan kreatif. Sedangkan aspek eksternal adalah hal-hal yang menjadi pengaruh pelaksanaan dari inovasinya, seperti faktor wirausaha dan lingkungan.

Lalu, apa hubungan kewirausahaan dengan roda perekonomian negara ? Kewirausahan sangat berhubungan erat dengan roda perekonomian negara, karena dengan kewirausahaan ini akan timbul usaha-usaha baru mandiri yang menyumbang lapangan kerja baru dan pendapatan negara dari pajak. Indonesia khususnya, untuk menjadi negara yang maju, Indonesia membutuhkan banyak wirausahawan yang handal. Saat ini, perbandingan jumlah wirausahawan terhadap jumlah penduduk sangatlah kurang karena masih di bawah 2%. Oleh karena itu, begitu penting untuk mendorong dan mengembangkan usaha-usaha baru yang kreatif, tentunya oleh usahawan-usahawan yang berani dan memiliki kemampuan mengidentifikasi peluang-peluang usaha. Jika wirausawan bertumbuhan, maka ekonomi akan bergerak cepat dan negara akan terus berkembang, maju dan makmur.

Pemuda dan Tongkat Estafet Bangsa

  -->
 Indonesia, negara yang dikenal sebagai negara yang besar, kaya, dan beradab. Negara mana yang tidak kenal akan keberadaannya pada saat ini. Sudah 63 tahun Indonesia melepaskan diri dari belenggu penjajah, mulai dari zaman penjajahan Belanda hingga ke penjajahan Jepang. Proses panjang yang dilalui bangsa ini akhirnya mengantarkan kedepan pintu gerbang kemerdekaan. Dengan banyak macam tembusan yang harus diserahkan , mulai dari harta, bahkan nyawa. Akan tetapi, semua yang telah dikorbankan oleh pejuang-pejuang kita terdahulu tidaklah berakhir sia-sia. Buktinya, sampai detik ini kita dapat hidup dengan bebas, mengolah apa yang kita miliki tanpa adanya tekanan dari bangsa lain.

Salah satu moment yang harus tidak kita lupakan dalam pencapaian kemerdekaan adalah sumpah pemuda, 28 Oktober 1928. Banyak rintangan dan halangan yang harus dihadapi oleh pejuang kita,perdebatan panjang yang menegangkan, itu dilakukan untuk mencapai sebuah kesepakatan. Akhirnya, tercapailah sebuah kesepakatan yang bernama “Sumpah Pemuda” yang kita kenal sekarang. ”Kami putra-putri Indonesia mengaku bertumpah darah satu tumpah darah Indonesia, berbahasa satu bahasa Indonesia, berbangsa satu bangsa Indonesia.” Suatu rumusan atau pun kesepekatan yang sangat berpengaruh terhadapa masa depan bangsa ini.


Tetapi, kita sangat menyayangkan. Perjuangan keras yang telah mereka korbankan, seolah-olah tidak dipedulikan oleh pemuda-pemuda Indonesia pada zaman sekarang ini. Harta benda  serta nyawa yang mereka korbankan dengan penuh keikhlasan,hanya dibalas oleh penerusnya dengan kefoya-foyaan,serta sikap “easy going” terhadap founding fathers  and mothers  nya.

Kita bukan menyalahkan peran serta pemuda pada saat ini. Tetapi itulah kenyataan yang terjadi di lingkungan kita pada saat ini. Semangat juang dan kerja keras yang telah dicontohkan oleh pendahulu bangsa ini, tampaknya tidak terpatri dengan baik terhadap penerus bangsa ini (pemuda ). Dengan kata lain, perbedaan kepribadian sangat mencolok dapat kita lihat. Sebagai contoh, pemuda pada saat negara ini mau berdiri,memiliki jiwa semangat juang yang tinggi. Sedangkan, pemuda zaman sekarang berubah 180 derajat. Dimana para pemuda zaman kekinian hanyalah mementingkan diri mereka sendiri. Semangat nasionalisme yang memudarlah yang patut kita katakan kepada kaum muda sekarang ini.

“Negara yang kuat adalah negara yang memiliki pemuda yang bisa diharapkan “.Kata-kata tersebut memiliki arti yang sangat mendalam dan sangat perlu kita cermati. Mengapa demikian ? Karena, pemuda ini merupakan tempat untuk meletakkan ”tongkat estafet”,yang tidak lain adalah keutuhan negara Indonesia ini. Jika pemudanya sudah roboh, maka mau kita kemanakan  “tongkat estafet” yang sudah diraih oleh pendahulu kita ?.Apakah akan diberikan kepada anak-anak yang belum cukup umur ?,pertanyaan yang harus kita jawab dengan akal yang sehat dan hati yang sejernih mungkin. Jika kita masih menginginkan Indonesia tetap berdiri tegak.

Dengan moment Sumpah Pemuda, marilah kita (kaum muda ) membenahi diri. Apakah yang selama ini kita lakukan memiliki sisi positif terhadap bangsa ini atau sebaliknya. Jika kita kaitkan dengan fenomena banyaknya proses pemilihan pemimpin di negeri ini, banyak hal yang patut kita benahi. Krisis yang terjadi di negara ini membutuhkan pemecahan masalah yang dipikirkan dengan jernih. Untuk mencapainya kita perlu peran pemuda ,dimana mereka masih memiliki kemampuan pikiran dan fisik tentunya masih lebih baik. Akan tetapi, tidak sembarangan pemuda yang dapat mengemban  tugas berat ini. Banyak pemuda yang sekarang ini mengurus diri sendiri saja belum becus, apalagi mau mengurusi kepentingan bangsa dan negaranya. Bukan tipe seperti ini yang kita harapakan. Mereka yang memiliki jiwa nasionalisme lah yang pantas kita tunjuk.Mengerti akan cita-cita bangsa,yaitu ;merdeka, bersatu, berdaulat,adil dan makmur.Jikalau itu semua telah dipenuhi,maka slogan “belum tua belum boleh bicara “ tidak berlaku lagi. Melainkan hanyalah sebuah iklan sebuah produk.Dan pada akhirnya apa yang di cita-citakan oleh pendiri bangsa ini terwujud.