Bodohnya Pengguna Jejaring Sosial di Indonesia

Saya sempat kaget ketika melihat nama SBY berada urutan keempat dari trending topic di jejaring sosial twitter.Tepatnya kata tersebut berbunyi "Astagfirulloh SBY".  Pada awalnya saya pikir itu adalah nama tempat, Surabaya. Namun, ketika saya telisik lebih jauh, ternyata kata SBY itu merujuk Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono.

Saya pribadi cukup malu, ketika pemimpin negeri tercinta ini masuk trending topic. Mending jika itu merupakan prestasi, tetapi pada kenyataannya bukan.

Salah seorang pengguna akun twitter @irwan.. mentweetkan kata astagfirulloh SBY sebanyak 7 kali. Itu pun karena ada batasan jumlah karakter pada twitter. Jika tidak, pengguna jejaring sosial ini mungkin sudah menulis lebih banyak lagi. Tidak hanya akun itu, masih banyak akun lain yang secara terus menerus berkicau, seolah-olah mendukung SBY agar berada pada urutan pertama trending topic twitter.

Saya pribadi menilai pengguna jejaring sosial seperti ini hanyalah orang-orang bodoh dan butuh eksistensi. Entah mereka tidak tahu atau memang itu hanya perbuatan iseng dengan tanpa berfikir lebih jauh membuat postingan seperti itu.  Seperti yang kita tahu, bagaimana besarnya dan meluasnya penggunaan twitter di seantaro dunia. Bisa-bisa warga negara lain akan bertanya-tanya, mengapa dan kenapa SBY. Terlebih penggunaan kata "Astagfirullah SBY". Kesan yang ditimbullkan pun negatif.

Akibat Media Massa Tak Akurat

Urutan keempat trending topic dengan kalimat "astagfirullah SBY" tidak bisa dilepaskan dari kesalahan media massa elektronik televisi. Televisi TV One yang menjadi pemantik timbulnya kicauan-kicauan tak penting di jejaring sosial twitter.

Kesalahan tersebut dilakukan TV One ketika menayangkan berita yang berkaitan dengan penjemputan M Nazaruddin yang kabur (eh, maksudnya berobat) ke Singapura. Kata "Penjemputan" dengan rasa tidak bersalah ditulis oleh TV One dengan  "Penjembutan". Berikut kalimat lengkapnya : "SBY Perintahkan Penjembutan Nazaruddin". Kata itulah yang menjadi kontroversi dan menuai kicauan-kicauan sampah.

Berikut foto cuplikan berita tersebut :



Bagi saya, sangat fatal jika sebuah media massa dengan tidak mengedepankan akurasi dalam menyampaikan informasi. Terlebih ketika media televisi. Berjuta pasang mata memperhatikan gambar-gambar tayangan di televisi. Dalam tulisan ini saya tidak menghakimi, hanya saja sebagai publik media massa, marilah kita tetap kritis pada media massa. Di samping itu, sebagai pengguna jejaring sosial, entah itu twitter atau facebook marilah mencoba cerdas untuk berbicara di dunia maya tanpa batas. Semoga ini menjadi pelajaran bagi kita semua.

Romantisme Negara Islam


 Bagi sebagian pihak umat Islam, masih teringat jelas bagaimana alotnya perdebatan tentang dasar negara pada sidang BPUPKI tahun 1945 yang pada mulanya melahirkan Piagam Jakarta. Kononnya hal itu merupakan “kemenangan” kalangan Islam “konservatif”. Naasnya, rumusan piagam tersebut berubah sehari setelah Proklamasi 17 Agustus 1945. Perubahan itu terlihat dari hilangnya tujuh kata terkenal, yaitu ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.

Penghapusan itu menjadi isu yang terus menerus diwariskan dari zaman ke zaman dalam dunia perpolitikan di Indonesia melalui keluarga, sistem sosial dan gerakan sosial, serta pendidikan.

Akhir-akhir ini, sejak Maret 2011, media massa dan masyarakat dihebohkan dengan sepak terjang sekelompok orang yang diduga berasal dari kelompok konservatif. Kelompok ini sering dikenal sebagai NII (Negara Islam Indonesia). Jika ditilik ke masa lalu, NII di proklamasikan pada 7 Agustus 1949 di Tasikmalaya, Jawa Barat, oleh Kartosoewirjo. Banyak anggapan NII dideklarasikan sebagai bentuk kekecewaan kelompok konservatif dalam Piagam Jakarta. Terlebih ketika Orde Baru menetapkan kebijakan politik mengenai keharusan organisasi politik dan sosial untuk menjadikan Pancasila  sebagai asasnya yang dikenal dengan Kebijakan Asas Tunggal.

Pada 1998, Orde Baru harus meletakkan kuatnya kekuasaan yang sudah dibangun. Dengan runtuhnya Orde Baru dan diiringi masa reformasi, semua golongan masyarakat bebas  mengemukakan aspirasinya dan membentuk kelompok dan partai. Isu Piagam Jakarta dan NII pun mulai berhembus kembali. Kembalinya kelompok konservatif yang dulunya sempat kecewa bisa dilihat dari fenomena pemanfaatan demokrasi bagi tujuan-tujuannya.

Dilema Politik Islam

Pemikiran dari dua orang penulis, Abdul Munir Mulkhan dan Prof. Dr. Bilver Singh, akan dilema politik Islam dalam dunia global patut untuk disimak secara seksama. Pemikiran yang dihimpun dalam buku Demokrasi di Bawah Bayangan Mimpi N-11 ini bisa digunakan untuk menganalisis situasi dan kondisi Islam dalam dunia perpolitikan. Selain itu, penelusuran sejarah akan timbulnya NII sudah disajikan secara baik oleh kedua penulis. Hanya saja, kedua penulis dalam bukunya belum memasukkan isi-isu terbarukan. Seperti, sepak terjang kelompok NII KW IX dalam perekrutan anggota dengan modus pencucian otak. Selain itu, perlu perbandingan yang jelas untuk membedakan apakah gerakan Islam sekarang sama dengan gerakan Islam dahulu di zaman Kartosuwirjo. Terlebih sebagaian masyarakat telah menganggap NII telah berakhir pada 1962 seiring dengan dihukum mati imam NII, Kartosuwirjo.

Perpaduan pemikiran kedua penulis ini secara gamblang telah menjelaskan seperti apa syariat Islam mendominasi demokrasi di suatu negara, dengan terlebih dahulu menjelaskan sistem kepercayaan atas Tuhan atau tauhid yang menjadi akar doktrin syariat. Selain itu, perbedaan interpretasi antar golongan akan Al Quran dan sunah telah menimbulkan gesekan sesama umat Islam sendiri, tentunya secara langsung merugikan umat.
Kerugian yang ditimbulkan dari gesekan antar umat Islam terlihat dari penurunan perolehan suara partai-partai Islam dalam beberapa pemilihan umum (Pemilu) di Indonesia. Mengapa partai Islam selalu gagal meraih suara paralel dengan jumlah pemeluknya?

Pertanyaan di atas, dijawab dengan lantang oleh buku ini, yaitu : “Aktivis partai Islam seringkali menjawab penurunan suara pemilu disebabkan adanya akibat konspirasi kekuatan anti Islam dalam dan luar negeri. Tidak pernah disadari penurunan dukungan politik partai-partai Islam tersebut adalah akibat kegagalan komunikasi dengan pemilih muslim sendiri apalagi pemilih yang non muslim. Pendekatan kita, yang normatif harfiah hitam-putih, surga-neraka, halal-haram, lebih diutamakan daripada pendekatan sosio-budaya, yang merentang tanpa batas di antara dua ekstrem.”

Penurunan peminat partai Islam juga ditunjukkan dengan adanya keraguan aktivis gerakan Islam akan penempatan Islam dalam peradaban global yang terbuka. Berkaitan dengan itu, ada dua golongan Islam, yaitu : Kaum moderat dan liberal meletakkan masa depan terbuka, dan sejarah sebagai proses dinamika, kaum konservatif memandang sejarah harus mengikuti pola yang telah ditetapkan oleh syariat.

Masyarakat berargumen bahwa pandangan kaum liberal dan pluralis telah keluar dari syariat, sehingga harus dihindari karena pandangan tersebut mengembangkan  paham liberalisme, sekularisme, dan pluralisme.
Berbeda dengan kelompok liberal, kelompok konservatif bisa saja menerima dan bersedia hidup bersama kelompok lain yang berbeda. Mereka bisa dan bersedia mengakui pemerintahan negara sekuler atau negara yang tidak didasari Islam, dengan satu alasan yaitu menunggu situasi atau momentum dan saat yang tepat untuk menempatkan Islam sebagai dasar negara atau membentuk negara Islam. Di sini sistem demokrasi atau Pancasila dengan UUD 1945 bisa ditempatkan sebagai proses dan tahapan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan yang lebih besar dari tahap akhir nanti yaitu tegaknya ajaran Islam yang terangkum dalam syariat dalam sebuah sistem khilafah atau dalam satu bentuk negara Islam.

Jika boleh menebak, dimungkinkan timbulnya bom bunuh diri dalam beberapa waktu lalu merupakan manifestasi masa penungguan panjang kaum konservatif untuk mulai mendirikan atau membentuk negara Islam.

Untuk menghindari gesekan tersebut, buku Demokrasi di Bawah Bayangan Mimpi N-11 ini telah diramu dengan baik oleh kedua penulis dengan menyarankan perlu adanya penafsiran ulang sumber ajaran Islam, Al Quran dan sunah yang selama ini diklaim menjadi referensi ajaran Islam, generasi Muslim akan terus menghadapi dilema antara memenuhi ajaran Islam atau kodrat manusia modern. Dari sini sering muncul pilihan sikap yang sering diberi label radikal atau fundamentalis. Perlu adanya deradikalisasi yang diikuti atau disertai gerakan penafsiran ulang (reinterpretasi) ajaran Islam dari sumber utamanya (al Quran dan sunah).


Data Buku
Judul Buku:        Demokrasi di Bawah Bayangan Mimpi N-11
                          (Dilema Politik  Islam Dalam   Peradaban Modern)
Pengarang:       Abdul Munir Mulkhan dan Bilveer Singh
Cetakan    :       I, April 2011
Penerbit   :       PT. Kompas Media Nusantara
Tebal          :        xii + 380 halaman

Joki SNMPTN :Selalu Ada Cara Baru

Bagi mahasiswa yang sedang menjalankan studi di perguruan tinggi pastilah tidak asing mendengar kata joki SNMPTN, dulunya joki (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) SPMB. Mungkin ada juga mahasiswa yang ketika ikut ujian seleksi perguruan tinggi mendapatkan tawaran dari joki.

Joki SNMPTN, sebenarnya sudah ada sejak 15 tahun lalu. Joki SNMPTN merupakan semacam layanan terpadu yang disediakan oleh sekelompok orang, biasanya mahasiswa di perguruan tinggi terkenal. Mereka bertugas untuk membantu peserta ujian agar lulus dan diterima di sebuah perguruan tinggi tujuan.

“Untuk para joki, biasanya di bagi dalam regional-regional. Nantinya di setiap regional itulah yang akan menjaring mahasiswa-mahasiswa untuk ikut menjadi joki. Misalkan regional Bandung pusatnya di perguruan tinggi tertentu,” ujar narasumber Djatinangor yang tidak mau disebutkan namanya.

Resiko besar pun harus dihadapi oleh para joki ini. Mulai dari risiko ketahuan di saat ujian, hingga risiko dikeluarkan dari perguruan tinggi di mana ia menuntut ilmu. Namun, semua risiko itu terasa tidak memiliki arti jika berhadapat dengan gepokan uang. Angka Rp 25 juta rupiah, merupakan angka besar bagi ukuran kantong mahasiswa. Dengan tawaran seperti itulah, ada beberapa mahasiswa siap untuk “bertarung” menjadi joki SNMPTN.

Weny Widyowati, Humas SNMPTN Panitia Lokal Bandung mengatakan, setiap tahun selalu ada kejadian-kejadian yang mengarah pada kecurangan akademik ini. Sebagai panitia pun, ia tidak menyembunyikan fenomena-fenomena ini.

“Kami sudah memiliki pengalaman sejak 2007, memang selalu ada cara untuk menangkap orang-orang berlaku curang,” ujar Weny optimis untuk menangkap pelaku curang ujian SNMPTN.
Selalu ada cara

Di setiap tahun ujian masuk perguruan tinggi, selalu ada modus operasi yang digunakan oleh para joki untuk melancarkan aksinya. Mulai dari aksi penggunaan handphone (SMS), menggantikan peserta asli dengan mengubah foto di kartu ujian, hingga pada modus yang menggunakan earphone berwana seperti kulit.

Sepandai-pandainya tupai meloncat nanti jatuh jua. Selalu ada cara penanggulangan kecurangan perjokian ini yang telah dipersiapkan oleh panitia SNMPTN. Untuk SNMPTN 2011, panitia telah menyiapkan beberapa langkah pencegahan di dalam sistem pembelian formulir dan ketika proses ujian.

“Untuk sistem pembelian formulir, angkatan baru yakni 2011 dibedakan waktu pembeliannya dengan angkatan 2009 atau 2010. Di samping itu, kami juga telah menyiapkan ruang atau lokasi ujian yang berbeda untuk setiap angkatan. Namun, kesulitan soal sama,” tutur Weny.

Dengan penerapan sistem pendaftaran online, diharapkan angka kecurangan perjokian semakin menurun.  Untuk angkatan 2009 dan 2010, panitia memberikan rentang waktu tanggal 2 Mei-24 Mei 2011 (pukul 24.00 WIB). Di lain pihak, angkatan 2011 baru diperbolehkan mendaftar pada tanggal 11 Mei-25 Mei 2011 (pukul 24.00 WIB).

Ketika proses ujian berlangsung, kelas ujian antara angkatan yang berbeda juga dipisahkan. Dengan jumlah paket soal yang semakin beragam. Tahun sebelumnya, kode soal hanya 6, sedangkan tahun sekarang ada 8 kode soal. Dari kode A sampai H untuk IPA, IPS dan IPC.

“Dengan penanggulangan seperti ini, diharapkan tidak ada lagi ditemukan kasus perjokian,” tambah Weny tersenyum opitimis.

Terbukti, Langsung Keluarkan !

Pemerintah, melalui Dinas Pendidikan Nasional sangat serius untuk membasmi kejahatan perjokian ini. Melalui rektor di setiap perguruan tinggi, telah disiapkan langkah-langkah hukum yang akan dikenakan bagi mahasiswa yang terlibat perjokian. Pada kasus perjokian ITB misalkan, rektor ITB dengan tegas telah mengeluarkan mahasiswanya dari bangku akademik dan mem-blacklist nama-nama yang terlibat.

“Untuk Universitas Padjadjaran, rektor kita Ganjar Kurnia juga telah menyiapkan langkah tegas bagi mahasiswa Unpad yang terlibat perjokian. Tentunya berupa sanksi akademik yaitu dikeluarkan dari Unpad. Sedangkan yang berkaitan dengan hukum akan diserahkan ke pihak yang berwajib (polisi),” ujar Weny yang juga Humas Universitas Padjadjaran Bandung.

Semua Dipicu Uang

Dengan adanya perjokian, timbul tanda tanya akan seberapa besar kualitas pendidikan di negeri ini. Ada beberapa pihak yang mengatakan bahwa pendidikan di Indonesia sudah baik. Namun di pihak lain, pendidikan di negeri ini belum baik. Terlebih ketika tahun 2009 belasan mahasiswa tertangkap melalukan joki SNMPTN.

Endang Bahrudin, Kepala Pusat Data dan Informasi- Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Banten mengatakan istilah joki merupakan istilah baru dan biasanya dikaitkan dengan ujian SNMPTN.

“Kasus ini (perjokian SNMPTN) menggambarkan bobroknya dunia pendidikan. Jika dibiarkan akan berdampak pada menurunnya kualitas pndidikan. Jika pada awalnya saja sudah menipu diri sendiri, menipu perguruan tinggi, maka produk kedepannya tidak akan bener,” ujar Endang.

Kasus perjokian ini mencerminkan ketidakmampuan calon mahasiswa untuk menembus perguruan tinggi.
“Kalau kayak gitu mah ,bisa-bisa yang masuk kuliah orang-orangnya tambah gak bagus.  Mau SNMPTN aja pakai joki, berarti kualitas individunya kurang oke,” ujar Cintasa mahasiswa Sastra Jepang Unpad.

Tidak dipungkiri, dengan giuran sejumlah uang, banyak mahasiswa yang tergoda untuk menjadi joki SNMPTN. Namun, dengan berbagai pencegahan dan diiringi dengan aturan dan sanksi yang tegas, masihkah para joki SNMPTN bersikukuh dengan aksinya dan menggunakan modus baru? Kita tunggu saja.