Bertumbuhlah Pahlawan Antikorupsi!

Andai Aku Menjadi Ketua KPK

Dua guru bangsa,Soekarno-Hatta telah mendapatkan gelar sebagai pahlawan nasional. Tapi perjalanan mewujudkan cita-cita kemerdekaan masih jauh terbentang. Sesungguhnya kita belum merdeka, merdeka dari praktik korupsi. Kita masih membutuhkan pahlawan antikorupsi. Seperti ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Aku pun ingin tumbuh sebagai pahlawan antikorupsi. Andai aku menjadi ketua KPK, aku akan:
 
1.      Mengedepankan pendidikan antikorupsi untuk generasi muda Indonesia.
2.      Memperluas lembaga KPK hingga provinsi dan kabupaten/kota.
3.      Menjaga kewibawaan KPK dengan merekrut pegawai KPK yang independen
4.      Mempertahankan UUD No 30 tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
5.      Meningkatkan Koordinasi dengan lembaga penegak hukum lain
6.      Memperkuat penyelidikan,penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi
7.      Mencegah dan memonitor penyelenggaraan lembaga negara
8.      Menyediakan kotak aduan tindak korupsi di setiap lembaga KPK pusat dan daerah
9.      Memberi penghargaan sebagai pahlawan antikorupsi bagi whistle blower
10.  Menerbitkan buku profil para koruptor bersalah setiap tahun dan dijual secara umum di masyarakat.

      Tumbuhlah para pahlawan antikorupsi. Tegakkan kepala tunjukkan keberanian pada koruptor. Hiduplah dan berjuanglah pahlawan antikorupsi. Jasa-jasamu akan berguna untuk bangsa dan negara ini di masa mendatang. Seperti hasil juang dua pahlawan nasional baru kita, Sukarno-Hatta.

Bertumbuhlah Pahlawan Antikorupsi! (essay)

Bangsa Indonesia patut bersyukur dan lega, akhirnya gelar pahlawan nasional pun disematkan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada dwi tunggal proklamator kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Soekarno-Hatta pada Hari Pahlawan, 10 November 2012. Betapa tidak, harta dan nyawa dipertaruhkan demi tercapainya cita-cita Pembukaan UUD 1945: Indonesia merdeka, bersatu, adil dan makmur.

Walaupun dua guru bangsa itu telah mendapatkan gelar sepatutnya, tapi perjalanan mewujudkan cita-cita kemerdekaan masih jauh terbentang. Sesungguhnya kita belum merdeka.

Masih banyak permasalahan bangsa dan negara ini. Salah satunya korupsi. Mari coba tanya pada diri kita sendiri. Apakah kita telah merdeka dari praktik korupsi? Apakah kita telah bersatu melawan koruptor penggasak kekayaan negara ini? Apakah kita sudah merasakan kehidupan yang adil dan makmur?
Zaman terus bergulir, generasi terus berganti  dan tantangan pun berbeda. Desentralisasi kekuasaan, tingginya ongkos politik dan  praktik suap telah memicu praktik korupsi. Terlebih itu terjadi di lembaga pemerintahan, perusahaan pemerintah dan swasta. Praktik kotor korupsi terus merajalela dan menggerogoti kesucian hati nurani kita sebagai bangsa beradab.

Kita tahu korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Lihatlah di negeri kaya sumber daya alam ini, masih banyak rakyat yang kelaparan dan luput pendidikan. Ketimpangan sosial semakin terlihat, seolah-olah dewi keadilan tak pernah ikut campur dalam kehidupan kita.

Perlu cara-cara luar biasa memerangi korupsi, seperti kasus Bank Century, wisma atlet, cek pelawat pemilihan gubernur senior BI, dan simolator SIM. Sejak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdiri pada 2003, terlihat signifikan hasil pemberantasan korupsi. Anggota DPR, menteri, pemerintah daerah, komisioner KPU, Jaksa, duta besar, hingga CEO BUMN  ditindak bersalah di Pengadilan Tipikor. Sejak 2011 saja sekitar Rp 152,9 triliun aset kekayaan negara telah diselamatkan.