Insomnia Pagi


Dingin udara pagi telah sejak subuh merasuk hidung. Hembusan nafas berasap berulang kali kuhembuskan. Satu tarikan nafas di hidung, satu hembusan asap segar keluar dari mulutku.

Biasanya hawa dingin merupakan waktu yang tepat untuk menarik selimut. Bergumul, memejamkan mata, dan terlelap tidur. Selimut kain ditambah selimut hawa dingin adalah perpaduan sempurna untuk mengantarkanku ke alam mimpi pagi hari.

Tapi tidak untuk saat ini dan beberapa hari lalu. Udara dingin, embun dan kesunyian pagi tak lagi bersahabat denganku. Ia tak bisa lagi menemaniku masuk ke alam mimpi pagi hari. Bukan mereka sumber masalahnya, tapi aku.

Aku menderita insomnia. Insomnia pagi tepatnya. Bukan aku, tapi mengarah pada kondisi memprihatinkan.

Biasanya, insomnia terjadi di malam hari. Lain dengan apa yang aku alami. Aku mengalami insomnia di pagi hari. Ya, kondisi di mana aku sulit tidur di pagi hari.

Aku prihatin pada diriku jika tak bisa lagi menikmati pagi. Aku tak bisa lagi merasakan nikmatnya perpaduan selimut kain dan hawa dingin. Aku tak bisa lagi menikmati mimpi pagi hari yang seringkali indah. Aku prihatin saja jika ini terus berlarut-larut terjadi.

“Oh insomnia pagi, mengapa kau harus datang padaku di saat aku menginginkan mimpi pagi hari?” hatiku mencoba bertelepati dengan insomnia.

Tak ada jawaban. Diam. Suasana sunyi. Hawa dingin dan embun pagi sudah sejak tadi menunggu. Menunggu aku terlelap hingga ke alam mimpi.

Insomnia pagi, enyahlah pagi ini. Cukup pagi ini. Esok kau mau datang terserah lah. Sekali saja ku mohon. Eh, tapi kau baru merasuki beberapa hari yang lalu ya. Kenapa harus aku yang memohon padamu untuk pergi?

“Perlukah aku menikmati keberadaanmu? Meninggalkan kenikmatan pagi bersama hawa dingin dan embun. Apa yang bisa kunikmati darimu? Beri tahu aku!”

Diam. Terus saja diam. Hawa dingin mulai terasa berkurang.

Tiba-tiba insomnia pagi berbisik. “Matahari di ufuk timur sudah bersinar indah. Burung-burung terbang riang. Angin segar berhembus. Senyum aktivitas manusia merekah. Semangat hidup tumbuh kokoh. Berharap rezeki dari Yang Kuasa. Itulah keindahanku wahai sahabatku.”

Lalu, aku terdiam. Merenung, meresepai makna terpendam. Tiba-tiba....

... Insomnia berujar “Maukah kau berteman denganku?”

Ditulis pada 25 Juli 2012, Hari keempat bulan Ramadan dengan kondisi sulit untuk tidur di pagi hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar