Informasi Pun Semakin Mahal

Koran digital di Indonesia
Kali ini saya ingin menyoroti bagaimana sebuah informasi di media massa tidak lagi bisa didapatkan secara gratis. Lihat saja  perkembangan dunia teknologi komunikasi dan informasi yang mengharuskan kita selalu siap menghadapi perkembangannya. 

Pada awalnya, banyak pihak, khususnya di kalangan ilmuwan komunikasi yang mengatakan era media massa cetak akan segera punah. Hal itu benar adanya ketika koran-koran besar beroplah tinggi gulung tikar di luar negeri. Pada 2009, Senat Amerika melakukan dengar pendapat dengan para pemilik koran dan wartawan akan ancaman tutupnya industri koran. Lebih mengejutkannya lagi, koran The Sun diusulkan untuk dijadikan koran non-profit seperti halnya gereja dan lembaga bantuan (tempointeraktif.com)

Tidak hanya satu koran yang terancam tutup, masih banyak lagi koran-koran internasional yang dahulunya merupakan raksasa informasi media cetak. Namun, kedatangan internet dan perkembangan teknologi, membuat koran seolah-olah tidak berdaya.

Di samping dampak buruk tutupnya industri media cetak seperti koran, terlihat juga sisi positif dari perkembangan internet. Hal ini bisa dilakukan oleh para industri yang memiliki kreativitas dan kredibilitas dalam menyampaikan informasi. Sepertinya sesuai dengan pepatah Mati Satu Tumbuh Seribu. Hal itulah yang terjadi pada koran-koran yang terancam mati atau tutup. Industri media cetak bermetamorfosis menjadi media cetak yang di-online-kan. Malahan mereka mengikuti arus perkembangan teknologi digital komunikasi. Hebatnya mereka menerapkan sistem berbayar yang harganya lebih mahal dibandingkan jika mereka masih menggunakan media print.

Untuk lebih mudah, mari lihat di Indonesia. Di negeri kita ini ada beberapa media yang cukup kredibel di kalangan masyarkat. Diantaranya, Kompas dan Tempo. Memang tidak seekstrim matinya koran di Amerika, kedua koran ini masih banyak diminati oleh masyarakat. Akan tetapi, sepertinya mereka sudah merasakan lambat laun mereka akan mengikuti jejak koran-koran di Amerika. Untuk itulah mereka terlebih dahulu mengantisipasi kejadian buruk di masa mendatang, yaitu dengan menerapkan sistem berbayar bagi pengguna koran digital. Misalkan: untuk mengkases kompas print di iPad atau di handphone, pengguna harus membayar tagihan perbulan.

Dengan adanya metamorfosis koran print ke digital ini akan memberikan dampak positif yang lebih besar. Ketimbang koran harus berkutat untuk mempertahankan media cetak. Penghematan kertas, memudahkan distribusi informasi dan jelasnya segementasi pembaca, itulah beberapa keuntungannya bagi pihak industri media massa. Mungkin satu lagi, gaji atau upah wartawan mungkin akan lebih tinggi. Pada masyarakat sendiri, mereka akan dimudahkan untuk mendapatkan informasi dimanapun mereka berada hanya melalui gadget di genggaman tangan.  

Saya pun berharap perkembangan teknologi ini benar-benar bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat dan idealisme jurnalisme tidak pudar demi kepentingan bisnis yang semakin menggiurkan.

Jurnalisme Investigasi

Pelaporan investigasi adalah bagian menantang dalam jurnalisme yang mengalami pertumbuhan dan naik daun selama beberapa dasawarsa terakhir abad ke 20. Dalam kaitan dengan tulisan ini, berita investigasi adalah berita-berita yang: 1) merupakan produk kerja asli si wartawan ketimbang sebuah laporan investigasi oleh sebuah instansi pemerintah, 2) mengandung informasi yang tidak akan terungkap tanpa usaha si wartawan; 3) penting bagi publik. (Laporan Investigasi untuk Media Cetak dan siaran : William C. Gaines)

Hampir senada dengan William, Septiawan Santana menjelaskan investigative journalism memberikan atribut penyelidikan, keingintahuan dan misi tertentu dari para wartawannya. Jurnalisme ini tidak mau terjebak dengan adonan pemberitaan entertainment. Liputan beritanya bukan lagi berdasar agenda pemberitaan  tatkala mereka tertarik untuk mengetahui sesuatu. Kerja peliputannya tidak lagi dibatasi oleh tekanan-tekanan waktu. Ada kekhususan kerja peliputan dibanding biasanya. (Jurnalisme Investigasi, hal.237)

Dari definisi di atas, tergambar jelas bahwa liputan investigasi bukanlah sebuah liputan ecek-ecek yang bisa dikerjakan dalam hitungan jam atau hari. Sebuah liputan investigasi sangat menuntut kesabaran, kerja keras dan strategi yang mumpuni agar bisa menghasilkan kualitas liputan terbaik. Sebagai contoh, National Geographic yang merasa penasaran dengan keberadaan Orang Pendek yang hidup di Taman Nasional Kerinci Seblat di Jambi. Debbie Martyr dan Jeremy Holden barangkali telah menghabiskan jutaan dolar dalam waktu 15 tahun untuk menyelediki dan meneliti keberadaan Orang Pendek, walaupun secara teoritis sampai saat ini belum digolongkan dalam laporan jurnalisme investigasi. Akan tetapi, perlu kita sadari, usaha keras diiringi biaya besar dan kesabaran tinggilah untuk mendapatkan jawaban-jawaban penasaran tadi. Begitulah liputan investigasi berjalan.

Jurnalisme investigasi biasanya memenuhi elemen-elemen ini:
  1.  Mengungkap kejahatan terhadap kepentingan publik, atau tindakan yang merugikan orang lain.
  2.  Skala dari kasus yang diungkap cenderung terjadi secara luas atau sistematis
  3. Menjawab semua pertanyaan penting yang muncul dan memetakan persoalan dengan gamblang
  4.  Mendudukkan aktor-aktor yang terlibat secara lugas, didukung bukti-bukti yang kuat5
  5. Publik bisa memahami kompleksitas masalah yang dilaporkan dan bisa membuat keputusan atau perubahan berdasarkan laporan itu.

Ada 5 modal dasar dalam investigasi:
1.    Kemauan, ketekunan, dan keberanian
2.    Jejaring yang luas
3.    Pengetahuan yang memadai
4.    Keterampilan menyusun dan mengemas laporan
5.      Dukungan institusi media

Dalam modul tentang jurnalisme investigasi yang ditulis Farid, pendiri Yayasan Pena Indonesia berpandangan bahwa persoalan hidup sehari-hari bisa menjadi tema liputan investigasi yang dahsyat. Tidak harus berakhir dengan kejatuhan seorang presiden seperti Richard Nixon setelah The Washington Post mengungkap skandal Watergate di Amerika Serikat, era 1970-an. (Jurnalisme Investigasi, Dandhy DL). Penjelasan inilah yang menggambarkan bahwa hal terpenting dari investigasi adalah untuk kepentingan publik.

Di samping untuk kepentingan publik, liputan investigasi juga beranjak dari adanya pihak-pihak yang tidak menyukai atau menyembunyikan sesuatu hal dari sepengetahuan publik. Hal tersebut bisa menguntungkan pribadi atau kelompok tertentu. Sehingga untuk mendapatkan informasi dan mengungkapkan itu dibutuhkan suatu teknik investigasi yang tidak biasa dalam liputan berita biasa.

Pada buku Jurnalisme Investigasi ini, penulis sudah memaparkan secara gamblang apa itu liputan investigasi dalam dunia jurnalisme dan apa bedanya dengan liputan yang menggunakan metode investigasi. Menurut William, liputan investigasi dalam dunia jurnalisme adalah liputan yang memberikan manfaat bagi publik dan tidak akan terungkap jika tidak dilakukan wartawan.
Dalam modul tentang jurnalisme investigasi yang ditulis Farid, pendiri Yayasan Pena Indonesia berpandangan bahwa persoalan hidup sehari-hari bisa menjadi tema liputan investigasi yang dahsyat. Tidak harus berakhir dengan kejatuhan seorang presiden seperti Richard Nixon setelah The Washington Post mengungkap skandal Watergate di Amerika Serikat, era 1970-an. (Jurnalisme Investigasi, Dandhy DL). Penjelasan inilah yang menggambarkan bahwa hal terpenting dari investigasi adalah untuk kepentingan publik.

Di samping untuk kepentingan publik, liputan investigasi juga beranjak dari adanya pihak-pihak yang tidak menyukai atau menyembunyikan sesuatu hal dari sepengetahuan publik. Hal tersebut bisa menguntungkan pribadi atau kelompok tertentu. Sehingga untuk mendapatkan informasi dan mengungkapkan itu dibutuhkan suatu teknik investigasi yang tidak biasa dalam liputan berita biasa.

Para wartawan investigasi memaparkan kebenaran-kebenaran yang mereka temukan, melaporkan adanya kesalahan-kesalahan, dan menyentuh masyarakat untuk serius terhadap soal yang dikemukakan, mengafeksi masyarakat dengan bacaan moral yang dikumpulkannya. 
Perlu diingat, untuk mengungkap, memaparkan kebenaran dan kesalahan sehingga menyentuh masyarakat dan mengafeksi mereka adalah sebuah kegiatan yang berbahaya atau dangerous projects. Para wartawan berhadapan dengan kesengajaan pihak-pihak yang tidak mau urusannya diselidiki, dinilai, dan dilaporkan ke masyarakat. Misalkan, peliputan semacam pelacuran anak-anak di bawah umur mengharuskan Paul Enrlich, dari reader’s digest, mesti bekerja di tengah orang-orang yang penuh ketakutan. (Jurnalisme Investigasi, Septiawan Santana K, hal. 243)

Dalam proses panjang liputan investigasi, tentu tidak hanya proses gathering informasi yang harus diperhatikan. Ada hal lain yang harus diperhatikan, yaitu ancaman keselamatan media atau wartawan yang menginvestigasi, tekanan para pemilik iklan dan pemerintah serta keputusan pemilik media yang terkadang serta merta menghentikan atau tidak mempublish karya investigasi wartawan di lapangan karena berbagai pertimbangan. Oleh karena itu, penting sekali koordinasi dan komitmen media agar liputan investigasi bisa dinikmati oleh publik. 

Dari apa yang disampaikan oleh penulis, jelas sekali media-media yang berdedikasi penuh pada publiklah yang mau untuk bersusah payah dan memasang badan demi terciptanya sebuah liputan investigasi. Lihat saja majalah Tempo yang hampir konsisten terus menguak informasi-informasi yang tertutup. Baru-baru ini, majalah Tempo menguak ada kerjasama yang dilakukan oleh pemerintah (duta besar Indonesia di Bogota, Kolombo dan pihak pengacara Nazaruddin) untuk menunda penjemputan Nazzaruddin, manta Bendahara Umum Partai Demokrat. 
Dengan liputan semacam itu, Tempo harus berhadapan dengan berbagai pihak yang tidak menyenangi pemberitaan tersebut. Mulai dari kader Partai Demokrat, hingga pihak pengacara Nazzarudin. Namun, karena sungguh-sungguh untuk kepentingan publik, Pemimpin Redaksi Tempo, Wahyu Muryadi berani pasang badan dan berdebat untuk mempertahankan liputan yang sudah dilakukan oleh wartawannya di lapangan. Hal yang jelas saya lihat ketika ia harus berdebat di acara TVOne, Jakarta Lawyer Club.

Jika banyak media seperti Tempo yang dari hulu hingga hilir (pemilik modal-wartawan) mendukung liputan investigasi, saya yakin pasti akan banyak kasus-kasus baru akan terungkap. Mungkin penjara penuh dengan para koruptor dan pembuat kriminal. Semoga di suatu saat nanti banyak media-media yang sadar akan itu semua.


Daftar Pustaka
Gaines, William C., 2007.Laporan Investigasi untuk Media Cetak dan Siaran. Institut Studi Arus Informasi dan Kedutaan Besar Amerika Serikat, Jakarta
Laksono,Dandhy Dwi,  2010.  Jurnalisme Investigasi.Kaifa,Bandung
Santana K, Septiawan, 2009. Jurnalisme Investigasi. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta