Bertumbuhlah Pahlawan Antikorupsi! (essay)

Bangsa Indonesia patut bersyukur dan lega, akhirnya gelar pahlawan nasional pun disematkan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada dwi tunggal proklamator kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Soekarno-Hatta pada Hari Pahlawan, 10 November 2012. Betapa tidak, harta dan nyawa dipertaruhkan demi tercapainya cita-cita Pembukaan UUD 1945: Indonesia merdeka, bersatu, adil dan makmur.

Walaupun dua guru bangsa itu telah mendapatkan gelar sepatutnya, tapi perjalanan mewujudkan cita-cita kemerdekaan masih jauh terbentang. Sesungguhnya kita belum merdeka.

Masih banyak permasalahan bangsa dan negara ini. Salah satunya korupsi. Mari coba tanya pada diri kita sendiri. Apakah kita telah merdeka dari praktik korupsi? Apakah kita telah bersatu melawan koruptor penggasak kekayaan negara ini? Apakah kita sudah merasakan kehidupan yang adil dan makmur?
Zaman terus bergulir, generasi terus berganti  dan tantangan pun berbeda. Desentralisasi kekuasaan, tingginya ongkos politik dan  praktik suap telah memicu praktik korupsi. Terlebih itu terjadi di lembaga pemerintahan, perusahaan pemerintah dan swasta. Praktik kotor korupsi terus merajalela dan menggerogoti kesucian hati nurani kita sebagai bangsa beradab.

Kita tahu korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Lihatlah di negeri kaya sumber daya alam ini, masih banyak rakyat yang kelaparan dan luput pendidikan. Ketimpangan sosial semakin terlihat, seolah-olah dewi keadilan tak pernah ikut campur dalam kehidupan kita.

Perlu cara-cara luar biasa memerangi korupsi, seperti kasus Bank Century, wisma atlet, cek pelawat pemilihan gubernur senior BI, dan simolator SIM. Sejak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdiri pada 2003, terlihat signifikan hasil pemberantasan korupsi. Anggota DPR, menteri, pemerintah daerah, komisioner KPU, Jaksa, duta besar, hingga CEO BUMN  ditindak bersalah di Pengadilan Tipikor. Sejak 2011 saja sekitar Rp 152,9 triliun aset kekayaan negara telah diselamatkan.


Tranparency International (The Global Coalition Against Corruption) di Berlin,Jerman mencatat pada 2011 Indonesia berada di rangking 100 dengan indeks korupsi (2,6-3,5). Semakin kecil angka indeks korupsi, berarti semakin besar korupsi terjadi. Sebelumnya, 2010 Indonesia berada di rangking 110, indeks korupsi (1,6-4,0) dan 2009 di rangking 111 dengan indeks korupsi (2,3-3,3). Tapi, lihatlah Singapura, Malaysia, Brunei dan Thailand. Negara tetangga kita ini memiliki indeks korupsi lebih besar dari Indonesia. Singapura pernah menduduki negara dengan indeks korupsi (8,9-9,5), sangat bersih (very clean).

Pahlawan Antikorupsi
Tak berlebihan rasanya, jika kita pun harus mulai memperkenalkan sebutan pahlawan antikorupsi. Pahlawan antikorupsi adalah orang-orang yang peduli, bersih, dan mau berjuang memberantas korupsi.
Saat ini,garda terdepan pemberantasan korupsi berada pada lembaga pemberantasan korupsi KPK. Pemimpin KPK bisa disebut pahlawan antikorupsi.
Sebagai pribadi yang memiliki semangat antikorupsi, saya pun bermimpi untuk bisa memegang tampuk pimpinan KPK. Nantinya saya akan mengedepankan pendidikan antikorupsi untuk generasi muda Indonesia. Dengan harapan terputusnya mata rantai korupsi.
Pendidikan antikorupsi tentunya harus didukung oleh lembaga KPK yang solid, independen dan besar. Saya akan memperluas lembaga KPK hingga provinsi dan kabupaten/kota. Kewibawaan KPK pun terus dijaga dengan merekrut pegawai independen dan terbebas dari kepentingan kekuasaan.
Saya juga akan mempertahankan UUD No 30 tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Koordinasi dengan lembaga penegak hukum lain terus ditingkatkan. Penyelidikan,penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi akan diperkuat, tentunya melakukan pencegahan dengan monitoring penyelenggaraan lembaga negara.
Peran serta masyarakat luas pun dituntut dengan menyediakan kotak aduan tindak korupsi di setiap lembaga KPK pusat dan daerah. Bagi whistle blower kasus korupsi diberi penghargaan sebagai pahlawan antikorupsi.
Hal lain yang akan saya lakukan adalah membuat efek jera bagi para koruptor dan calon koruptor. Hukuman untuk koruptor yang terbukti korupsi dibuat menakutkan, tapi tetap manusiawi.
Kita teringat nasib Ceacescu dan isterinya yang serakah, mantan diktator Rumania ini mati digantung rakyatnya. Dia dihinakan, jenazahnya tergantung membusuk. Sebagai ketua KPK pro Hak Asasi Manusia, saya tidak akan menghukum mati koruptor. Selain hukuman dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), akan ada publikasi berbentuk buku yang dijual luas ke masyarakat. Isinya profil para koruptor di negeri ini sepanjang tahun.
Kisah hidup koruptor digambarkan secara gamblang, mulai dari kehidupan pribadinya hingga kasus korupsi yang diperbuat. Ini menjadi hukuman sosial bagi koruptor. Rakyat akan membaca dan mengingat para koruptor tersebut. Di samping itu nama koruptor akan tercetak dalam sejarah bangsa ini.
Jika lembaga KPK semakin kuat dengan dukungan masyarakat dan pelaku korupsi dipublikasikan dalam bentuk buku, sebagai ketua KPK saya menjamin koruptor akan berkurang. Lambat laun, calon koruptor akan berfikir ulang untuk melakukan korupsi.
Pada akhirnya, diharapkan praktik korupsi menjadi musuh bersama. Bangsa dan negara ini benar-benar merdeka. Bertumbuhlah para pahlawan antikorupsi. Optimislah bahwa cita-cita Pembukaan UUD 1945 akan terwujud, yaitu terwujudnya masyarakat Indonesia yang merdeka, adil dan makmur.
Semoga mimpi ini menjadi kenyataan, kelak.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar