Peduli Sesama Berbagi Pendidikan

Feature
Disini di tempat ini yang penuh sampah dan kotoran manusia, masih tersisa, sisa sisa harapan untuk hidup bagi kami...
Datanglah, dan berikan kami harapan yang lebih banyak lagi...

By : Rumah Belajar Sahaja Ciroyom

Ruangan berukur 1,5x1,5 meter itu hampir sesak. Di dinding banyak tertempel berbagai macam gambar warna warni. Dua mangkok rujak pun hampir habis. Empat anak laki-laki itu pun tak kunjung puas. Sebelumnya beberapa gorengan seperti bala-bala, cireng dan tahu sudah habis mereka lahap.

Tidak hanya empat anak laki-laki itu saja, ada dua orang perempuan dan satu orang pria. Duduk melingkar dengan beberapa camilan, canda dan tawa selalu menghiasi perjalanan waktu. Empat anak laki-laki itu adalah Dendi (15), Ade (19), Irul(9) dan Yadi (11). Dua perempuan itu adalah mahasiswa dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Sedangkan pria tadi adalah Gamyasta Rudana (45) atau biasa dipanggil Pak Gamesh.

Pada sore itu, asar sudah menjelang magrib. Akan tetapi, canda tawa diselingi oleh kegiatan belajar belum kunjung usai di sebuah rumah singgah, Jalan Pasar Ciroyom, Kota Bandung, Jawa Barat.

Belajar bersama itulah kegiatan sehari-hari yang mereka lakukan. Setiap anak memegang sebuah buku tulis dan sebuah pensil atau pulpen. Di sebuah buku itulah mereka menuliskan pelajaran-pelajaran yang sudah ditetapkan. Ada pelajaran Matematika, Bahasa Inggris, Menggambar, Ilmu Pengetahuan Alam dan sebagainya.

Antusias mereka untuk bertanya dan mengerjakan tugas mata pelajaran patut diacungkan jempol. Perawakan bersih, sopan santun yang di jaga dan kepandaian mereka yang tak lebih seperti siswa di sekolah biasa. Mungkin orang tidak menyangka bahwa mereka adalah anak-anak jalanan yang setiap hari mengamen. Anak-anak yang hampir setengah harinya habis dijalanan mendendangkan senandung untuk terus menyambung hidup hari demi hari dalam kehidupan mereka.

Rumah tempat mereka berkumpul, belajar, dan bernaung bersama disebut Rumah Belajar Sahaja Ciroyom. Sahaja merupakan kependekan dari Sahabat Anak Jalanan. Berdiri dari sebuah pemikiran santri-santri Daarut Tauhid Bandung yang memiliki kepedulian tinggi terhadap anak jalanan. Ela Nurlaela, mahasiswa PLB UPI Bandung merupakan perintis untuk mulai menjadikan Rumah belajar ini sebagai “markas” pendidikan anak jalanan. Pada akhirnya  1 Juli 2007, Rubel Sahaja Ciroyom ini pun diresmikan.

Pada awalnya, perjuangan panjang dan berat dilakukan terlebih dahulu oleh Pak Gamesh beserta teman-temannya yang peduli. Mereka ini pun turun ke jalanan, rel kereta api, dan pasar. Menemui sekumpulan anak-anak yang lagi mengamen dan mengajak ke taman untuk diberikan pelajaran.

“Memang sulit. Dulunya kami belajar di rel kereta api, di pasar dan semua itu merupakan tantangan bagi kami,” ujar Gamesh yang saat ini fokus membina anak jalanan.

Hari-hari pun dilalui dengan perjuangan tanpa henti. Pendidikan yang awalnya diberikan di rel kereta api, di pasar, dan dipinggir jalan lambat laun dilakukan disebuah rumah. Dengan bujukan dan iming-iming untuk menjadi anak yang baik, Gamesh dan temannya berhasil mengajak sepuluh orang anak jalanan untuk tinggal di sebuah gubuk kecil di jalan Pasar Ciroyom. Sebenarnya tidak sepuluh orang, ada sekitar dua puluh orang lagi yang berada di pasar Ciroyom. Kelakukan yang belum baik, pekerjaan rutin nglem masih dipertahankan, sehingga mereka belum dimasukkan ke rubel Ciroyom.

Menurut Gamesh, mereka tetap mengajak dan memberikan pendidikan pada anak-anak yang masih hobi ngleme. “Kita tidak bisa menghentikan kebiasaan mereka secara total. Kita hanya mengajak mereka tahap demi tahap untuk mengurangi kebiasaan buruk itu,” ujarnya.

Bagi mahasiswa yang memiliki kepedulian tinggi akan pendidikan anak jalanan, mereka datang dan mengajarkan ilmu yang mereka miliki. Dari berbagai universitas di kota Bandung, mahasiswa itu pun menyisihkan waktu untuk mengunjungi rubel Ciroyom ini. Misalkan Resti, mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Universitas Islam Bandung sekali dalam seminggu ia menyempatkan datang sambil membawa makanan dan memberikan pelajaran bagi anak-anak di sana. Sesekali mereka menyempatkan diri untuk menginap dan masak bersama. Dia mengatakan bahwa ini merupakan kesenangan karena bisa berbagai dengan anak-anak jalanan.

”Ini merupakan kesempatan yang langka dan banyak hikmah yang bisa dipetik,” ujar Resti.


Butuh Kepercayaan

Untuk menimbulkan kepercayaan anak-anak jalanan, diperlukan waktu yang lama. “Bertemu dan bisa berbicara dengan anak jalanan itu sudah syukur. Apalagi kita bisa mengungkit latar belakang kehidupannya. Tidak mudah itu,” ujar Gamesh. Memang anak jalan kebanyakan berasal dari keluarga miskin dan orang tuanya yang tidak akur. Keluarga yang tidak bisa memberikan perlindungan dan kasih sayang pada anak-anak.

Azan magrib pun mulai berkumandang. Anak-anak tadi pun mulai bergegas. Menyimpan semua buku dan alat-alat tulisnya.

“Hayo-hayo semuanya, mari kita salat”,ujar Gamesh mengajak anak-anak.

“Mau salat di sini saja atau ke mesjid? ” ujar Irul menanyakan tempat salat.

Gamesh pun menjawab sambil terus merapikan buku-buku pelajaran, “Iya di sini saja, ambil sajadah dan bentangkan di sini”.

Dengan sigapnya anak-anak itu membentangkan sajadah dan pergi berwudhu. Budaya canda pun tak lepas, walapun mau salat.

“Salat merupakan waktu yang tepat untuk mendekatkan diri pada anak-anak di sini,” ujar Gamesh. Di samping  makan bersama, salat juga merupakan hal penting yang bisa dijadikan peluang untuk lebih mengenal si anak. Anak jalanan akan merasa sama dengan orang-orang di dekatnya jika orang lain tidak menjaga jarak.
Salat magrib pun dilakukan. Ade pun bertindak menjadi imam. Suara bacaan Salat pun mulai terdengar, disambut dengan jawaban “Amin” dari makmum.Setelah selesai salat, mereka pun kembali beraktivitas. Ada yang bermain gitar, berbincang-bincang tentang kegiatan sehari-hari dan ada juga yang kembali belajar.

Siska, koordinator rubel Ciroyom ini menjelaskan bahwa anak-anak jalanan itu sebenarnya memiliki kemampuan yang baik untuk mendapatkan pelajaran. Hanya itu membutuhkan proses yang tentu tidak sebentar.

“Kita menggunakan sistem kekeluargaan, dengan memfasilitasi anak-anak layaknya anak rumahan yang memiliki keluarga seutuhnya dan memberikan berbagai macam pengetahuan yang akan menjadikan mereka bekal hidup di masa depan. Selain itu, kita berupaya mengurangi kebiasaan mereke ngelem dengan memberikan berbagai macam kegiatan pembelajaran, agar mereka dapat menghilangkan kecanduan lem tersebut,” ujar Siska yang juga mahasiswa Akuntansi di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Bandung.

Tidak hanya diberikan pelajaran, rubel Ciroyom juga memfasilitasi beberapa orang anak untuk yang memiliki kemampuan baik untuk mengikuti les komputer. Di samping itu, ada juga disuruh bekerja di tukang bengkel. Hal ini sangat membantu anak-anak tersebut bisa bertahan hidup tanpa mengamen.

“Saya sekarang ikut kursus komputer,” ujar Ade yang bercita-cita untuk membuat game tentang anak jalanan.
Kebiasaan nglem merupakan hal tersulit untuk dihilangkan bagi anak jalanan. “Saya pernah ditertawakan teman ketika ngamen karena sudah gak nglem lagi”, ungkap Dendi sambil menyalakan rokoknya. “Tetapi saya sekarang gak nglem lagi kang. Rokok doank, susah berhenti,” imbuhnya sambil tersenyum dan mulai menghisap asap rokok.

Memang kesulitan untuk menghilangkan anak jalanan dari kebiasaan nglem adalah tantangan terbesar yang dihadapi oleh para pembina rumah belajar Sahaja Ciroyom. “Karena pengaruh lingkungan yang amat kuat sehingga pendekatannya pun harus hati-hati,” tambah Siska.

Laila Qodariah, Ahli Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja mengatakan bahwa prinsip anak itu belajar dari Kognitif social learning. “Artinya, anak belajar melalui imitasi pada orang yang signifikan di lingkungan mereka”. Di samping itu, pribadi seorang anak bisa berubah tergantung di lingkungan mana ia dominan tinggal.


Mereka Pun Punya Masa Depan


Ciroyomku malang Ciroyomku sayang, kau adalah subuhku.

Kalimat itu dipetik pada akun facebook Rumah Belajar Sahaja Ciroyom. Kalimat tersebut menggambarkan, bahwa di pasar Ciroyom dan ditumpukan sampah masih terdapat banyak harapan. Dengan keikhlasan para relawan untuk membagikan ilmunya pada anak-anak jalananlah yang hingga sekarang rubel ini tetap ada.
Rumah belajar yang berpenghuni 10 orang ini, hampir semuanya sudah menunjukkan perubahan drastis ke arah yang lebih baik. Sehingga kakak pembina di sana mengatakan bahwa anak jalanan merupakan anak-anak yang hebat.

“Mereka adalah manusia luar biasa yang dapat survife dalam menjalani kehidupan. Mereka adalah anak-anak berbakat, yang kadang kita sebagai relawan dapat belajar banyak dari mereka tentang pentingnya menjalani hidup dengan penuh rasa syukur. Selain itu mereka punya hak, kewajiban yang sama dengan anak lainnya. mereka pun mempunyai potensi-potensi luar biasa yang layak dan harus dikembangkan,” ujar Siska menanggapi bagaimana potensi dan perkembangan anak ketika sudah masuk rumah belajar Ciroyom.

Kepedulian beberapa orang kakak pembina untuk mengajarkan anak-anak jalanan bisa digolongkan pada pendidikan luar sekolah (PLS). Pendidikan luar sekolah terdiri dari tiga bentuk, sebagai pelengkap, penambah dan pengganti. Fungsi pengganti adalah bentuk yang lengkap untuk menggambarkan rumah belajar Sahaja Ciroyom.

Ahli Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Ayi Olim, mengatakan ada yang harus diperhatikan dalam menangani anak jalanan. Anak jalanan yang hanya mengalihkan meminta di jalan dengan meminta di tempat mereka dinaungi, tidak bisa dikelompokkan dalam pendidikan luar sekolah.

“Kecuali, jika anak jalanan bisa mandiri dan memiliki keterampilan nantinya.” Imbuh Ayi. Penanganan anak jalanan saat ini ada yang berupa model saja. Akan tetapi, ada juga yang benar-benar humanisme. “Anak jalanan diberi bantuin di rumah singgah, itu kan nothing to do”, karena pada hakikatnya pendidikan luar sekolah itu adalah mempersiapkan generasi selanjutnya untuk menjadi diri sendiri dan bisa kreatif menciptakan sesuatu.

Rubel Sahaja Ciroyom sudah menginjak usia 4 tahun. Di dalam umurnya yang masih muda, rubel ini sudah mendapat tanggapan positif dari berbagai pihak dan sudah dikembangkan ke daerah Cimahi dan Cimindi. Dalam acara-acara tertentu, dinas sosial sudah memberikan bantuan finansial, tetapi untuk biaya operasional sehari-hari mereka belum mendapatkan bantuan.

“Untuk Ciroyom sendiri belum pernah, kita cukup dibantu oleh teman-teman mahasiswa dalam pendanaannya. Sedangkan rubel di Cimahi pernah dibantu dinsos dalam beberapa event,” ungkap Siska.
Siska menambahkan bahwa para pembina rubel Ciroyom, semakin berharap datangnya banyak relawan yang peduli akan pendidikan anak jalanan. Karena mereka juga manusia seperti kita dan memiliki masa depan yang masih bisa diperjuangkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar