Chapal Ibhanan

Cerpen

Seorang pria paruh baya terlihat memperbaiki kain selimut gendongan berwarna putih ke lehernya. Dalam kain gendongan itu seorang bayi perempuan terlelap tidur. Setelah kain tergantung pas dilehernya, kedua tangannya kembali pada kedua pegangan becak.

Pria tukang becak ini berumur 38 tahun dan ia bernama Chapal. Ia adalah warga sebuah kota di negara bagian Rajashtan,India.

“Kemana ibu anak itu Pak?” tanya seorang laki-laki paruh baya yang sedari tadi menumpangi becak Chapal.

“Ibu anak perempuan ini telah tiada. Istriku meninggal ketika melahirkan anak kami tercinta ini,” jawab Chapal lirih.

Lima belas tahun bukanlah waktu yang singkat bagi Chapal dan isterinya menunggu kehadiran buah cinta mereka. Ketika buah cinta mereka hadir, sang isteri tercinta pergi meninggalkan Chapal dan buah hati mereka untuk selamanya. Malang tak dapat ditolak, takdir Tuhan harus ia terima.

Sebuah becak tarik sewaan, berkapasitas dua orang penumpang menjadi alat bagi Chapal untuk mencari nafkah menyambung hidup. Bayi perempuannya harus ia bawa saban hari ketika ia bekerja. Tak ada tempat menitipkan anaknya.

“Kenapa Bapak tidak menikah lagi?” tanya penumpang becak Chapal.

“Saya takut Pak. Saya ingin merawat anak saya hingga besar walaupun hidup saya terasa berat. Inilah buah cinta saya dan almarhumah isteri saya,” jelas Chapal.

Kedua penumpang becak Chapal terdiam. Tak tahu mau menanggapi apa. Bingung tak bisa berbuat banyak. Berbagai pertanyaan yang tadinya ingin diperbincangkan dengan Chapal hilang seketika. Lidah mereka kelu. Tak sanggup membayangkan nasib hidup duda beranak satu ini.

“Pak, Kami turun di gang sebelah mesjid itu ya,” ujar penumpang becak Chapal.

“Baik.” Chapal paham bahwa penumpangnya akan ia antar hingga gang mesjid. Gang di sebelah mesjid itu memang menjadi langganan Chapal. Tapi Chapal tak tahu kedua orang itu. “Mungkin pendatang baru,” bisik hatinya.

Sesampai tujuan, penumpang Chapal pun turun. Ia pun mengantongi 5 rupee atas jerih keringatnya menarik becak. Uang pun ia terima. Sesaat kemudian, anak perempuan Chapal menangis. Anak perempuan itu haus dan lapar.

“Mari kita cari makanan Nak,” ujar Chapal berbisik di telinga anak. Selang sesaat, Chapal hilang di persimpangan jalan.

Kedua penumpang becak Chapal masih berdiri di tempat mereka turun tadi. Terhenyak dan diam tanpa tahu berucap apalagi. 

Bersambung......

1 komentar: