Stop Hujat Afriani!


Saya bukan kerabat Afriani. Bukan pula pengacaranya. Saya hanya masyarakat Indonesia biasa yang semakin gerah akan pemberitaan kecelakaan maut Tugu Tani.

Tiga hari belakangan ini, perhatian masyarakat Indonesia terpusat pada kecelakaan maut yang menelan 9 korban tewas di Tugu Tani Jakarta. Media massa berbondong-bondong menyoroti persoalan ini. Media cetak dan siaran berlomab-lomba menjadikan peristiwa naas tersebut sebagai sajian utama. Video dan foto kecelakaan tersebut beredar di internet. Beberapa media cetak, baik lokal maupun nasional, menjadikannya sebagai headline.

Perhatian tersebut pun diiringi berbagai komentar masyarakat. Di media sosial berbagai hujatan muncul. Tentunya ditujukan pada pengendara mobil, Afriani cs. Berbagai simpati pun muncul untuk keluarga korban. Ya, korban yang konon katanya tak kesampaian melihat Monumen Nasional (Monas).

Melalui tulisan ini, saya mengajak pembaca semua untuk berfikir jernih dan meniadakan emosi sesaat. Kita tahu, pelaku sudah pasti bersalah. Hukum sudah menjawab itu semua. Tapi, kita sebagai masyarakat Indonesia masih saja berlaku kekanak-kanakan. Emosi yang meledak-ledak dan sesaat, tentunya melupakan esensi peristiwa tersebut.

Begitu besar pelajaran yang diambil dari peristiwa itu. Pertama, saya menilai bangsa kita saat ini dalam kondisi labil. Bisa dikatakan seperti ABG (Ababil Baru Gede). Suka menghujat, emosi labil, dan belum menyentuh akar permasalahan. Kita sebagai bangsa yang dari berbagai suku dan agama ternyata masih belum mampu menyamakan pemikiran mengakar. Maksudnya, pemikiran yang tidak melihat permasalahan di permukaan saja, tetapi pemikiran yang global dan mengakar.

Kedua, bangsa kita saat ini tidak bisa memetik pelajaran dari setiap peristiwa. Terkait permasalahan miras dan narkoba misalkan, permasalahan ini sudah sejak kapan menjadi sorotan pemerintah dan pihak agama. Berbagai upaya untuk melarang peredaran miras hanya menjadi wacana tanpa eksekusi. Jika pun dieksekusi, bangsa kita sibuk dengan perang argumentasi. Perang argumentasi tanpa esensi.

Ketiga, mari kita mendorong pemerintah untuk meningkatkan Perda pelarangan miras menjadi undang-undang. Mengingat hal ini memberikan dampak negatif yang besar sekali bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Jika kita sebagai bangsa yang beradab dan menyadari ketiga poin tadi, tentunya hujatan caci maki tak akan keluar dari mulut kita. Pasti Anda akan lelah sendiri jika hanya bisa mengomentari dan mencaci maki, namun permasalahan atau peristiwa maut itu terulang lagi di masa mendatang. Tentunya, jika inti permasalahan tidak dikomentari dan dikritisi.

Saya berfikir, cukup sudah lah penderitaan yang diterima oleh Afriani dan kerabatnya atas musibah itu. Cukup sudahlah rasanya kesedihan yang diterima oleh kerabat korban kecelakaan. Biarkanlah kedua belah pihak menyelesaikan permasalahannya dengan hukum dan Tuhan. Cukup sudahlah media mengeksploitasi peristiwa ini. Masih punya hati nurani kan, tentunya. Sesekali coba bayangkan, bagaimana jika seandainya Anda dalam kondisi tersebut. Bagaimana perasaan Anda jika di berbagai media tercatut nama Anda. Tidak satu pun yang menginginkan tentunya.

Oleh karenanya, mari kita alihkan pikiran dan emosi kita untuk bersama-sama membenahi bangsa ini dari dampak negatif minuman keras dan narkoba. Mari kita bersama-sama mengingatkan pemerintah untuk selalu konsisten mengatur dan menegakkan peraturan yang memberikan rasa nyaman dan aman bagi masyarakat. Semoga hati nurani kita bisa ikut bicara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar