Mari Cerdaskan Generasi Muda Indonesia Dengan Sosial Media


Hal yang mungkin ketinggalan zaman di kalangan generasi muda jika saat ini ada yang belum mempunyai akun twitter atau facebook. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah bersatu dalam gaya hidup manusia. Khususnya generasi muda, gaya hidup sangat dibutuhkan untuk memperkuat eksistensinya di mata manusia lain. Sehingga hal wajar jika hampir sebagian besar waktu luang yang dimiliki generasi muda dipergunakan untuk berinteraksi di dunia maya. Hal-hal yang diperbincangkan di dunia nyata seringkali bersumber dari perbincangan di dunia maya. Begitu pun sebaliknya, apa yang sudah diobrolkan di dunia nyata kembali diperbincangkan lagi di dunia maya. 

Baru-baru ini, Profesor Jan A.G.M. van Dijk dari Departeman Komunikasi, Media dan Organisasi, Universitas Twente, menyampaikan presentasinya yang berjudul Explanations of the Rise and Effects of Social Media in Western countries and in Indonesia di Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran. Dalam presentasinya ia menyajikan data bahwa pengguna sosial media terbesar di Indonesia, seperti facebook dan twitter adalah kalangan pelajar (siswa dan mahasiswa). Tidak hanya itu, lembaga survey Amerika Pew Research Center’s Internet & American Life Project menyajikan data bahwa hampir 72% pengguna sosial media adalah generasi muda.

Sosial media sendiri memiliki banyak bentuk, diantaranya forum internet, weblogs, microblogging, podcast, social bookmarking dan lain sebagainya. Namun, dalam tulisan kali ini lebih terfokus pada sosial media blogs dan microblogs seperti twitter dan social networking seperti facebook, karena kedua bentuk inilah yang saat ini digandrungi generasi muda Indonesia. Kedua bentuk  sosial media ini juga mengedepankan rasa kenyamaan bagi penggunanya. Tidak hanya itu, kedua bentuk sosial media ini juga memanjakan generasi muda dengan berbagai kemudahan mengakses konten-konten musik dan video.

Sekarang timbul pertanyaan, seperti apakah penggunaan sosial media selama ini oleh generasi muda khususnya di Indonesia? Apakah digunakan untuk hal-hal positif seperti mencari informasi yang berguna untuk pendidikan ataukah hanya digunakan untuk menyampaikan perasaan, ekpresi diri, atau membicarakan hal-hal yang tidak penting ?

Terlepas dari pertanyaan di atas, penting halnya mengedepankan hal-hal ideal dari perkembangan sosial media demi kecerdasan generasi muda bangsa Indonesia. Tidak bisa dipungkiri, generasi muda tidak bisa terlepas dari perkembangan media baru. Betapa tidak, sejak sejak dekade di atas tahun 1990, generasi muda saat ini telah dihadapkan dengan gencarnya produk-produk dari media baru. Berbagai gadget, seperti internet dan smartphone berteknologi tinggi telah mewarnai perjalanan hidup generasi muda. Dengan kehidupan yang beriringan dengan perkembangan media baru, generasi muda sudah seharusnya lebih mengenal dan memahami keberadaan media baru tersebut. Hal yang menyedihkan tentunya jika generasi muda hanya mengetahui keberadaan, tanpa tahu apa esensi positif yang bisa diambil.

Sebagian besar penggunaan media baru dimanfaatkan untuk berinteraksi antar sesama pengguna. Interaksi itu lebih khusus disalurkan melalui media komunikasi yang kita kenal sebagai sosial media. Melihat pengguna sosial media yang sebagian besar adalah generasi muda berpendidikan, sudah sepatutnya jika kita berfikir bahwa sosial media haruslah bisa mencerdaskan. Mencerdaskan dalam artian bisa memberikan informasi  dan pengetahuan pada generasi muda akan perkembangan dunia dan pemahaman bagaimana memandang perkembangan itu. Terlebih ketika sosial media menawarkan kecepatan dan ke-interaktifan-nya. Kelebihan sosial media itu pun menjadi sempurna ketika pengguna bisa berkumpul sesama anggota dalam kelompok tertentu. Hal ini menjadikan sosial media adalah lahan di dunia baru (maya) untuk mengekspresikan diri dan mengasah kekritisan dalam kelompok yang nyaman.

Untuk mendapatkan kondisi yang ideal seperti yang dipaparkan di atas bukanlah pekerjaan mudah. Budaya instan yang ditawarkan oleh sosial media cenderung membuat generasi muda terlena. Terlebih ketika masa muda merupakan masa pencarian jati diri. Sungguh sangat disayangkan jika generasi muda hanya mendapatkan budaya instan dari sosial media. Mari kita ambil contoh, twitter adalah sosial media yang mengutamakan kecepatan dalam menyampaikan pesan. Begitu banyak informasi yang hadir dalam halaman twitter setiap hitungan detik. Berbagai informasi, baik bersifat internasional maupun regional masuk dalam halaman twitter. Terlebih saat ini media massa sudah bermetamorfosis dan bergabung dalam sosial media. Hal yang merugikan bukan, jika itu semua tidak dimanfaatkan untuk hal-hal positif ?

Sosial media tentunya tidak terlepas dari efek-efek negatif yang merugikan. Terlebih ketika generasi muda yang notabennya pengguna sosial media terbesar di Indonesia. Efek negatif yang terlihat jelas adalah generasi muda kecanduan dengan apa yang mereka dapatkan dari sosial media. Kecanduan itu pun bermuara pada kelupaan pada waktu. Sebagian besar waktu luang dihabiskan untuk berinteraksi sesema teman sejawat. Akan tetapi, pernahkah kita berfikir bahwa efek negatif itu bisa kita ubah menjadi sesuatu yang bermanfaat dalam mencerdaskan generasi muda? 

Patut diakui bahwa selama ini pendidikan di bangku sekolah cenderung monoton di kelas dan tak jarang membuat pelajar menjadi bosan. Lambat laun acuh terhadap tanggung jawabnya sebagai pelajar. Namun, dengan adanya sosial media yang notabennya konsumsi sehari-hari para generasi muda, metode penyampain ilmu bisa dialihkan di situs sosial media. Penggunaan facebook misalnya bisa digunakan sebagai media berkumpul antara pendidik dengan pelajar. Di dunia inilah pendidik (guru atau dosen) mengajarkan materi, berdiskusi, saling mengkritisi dan memproduksi kembali hasil pembelajaran tersebut dalam bentuk tulisan. Menyenangkan lagi ketika diskusi melalui fasilitas chatting yang sudah tersedia. Hal ini lebih dapat menggali kreativitas dan sikap kritis generasi muda.

Untuk bisa mencapai kondisi yang sama antara pendidik dan terdidik dalam memahami sosial media, tentulah dibutuhkan sosialisasi yang tepat guna oleh pemerintah dan kelompok akademisi pendidikan tingkat tinggi. Pemerintah merupakan pihak yang bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan sosial media bagi masyarakat, baik itu melalui sosialisasi maupun dari kebijakan-kebijakan yang dihasilkan. Di lain pihak, akademisi pendidikan tingkat tinggi seperti dosen dan mahasiswa di universitas sangatlah diharapkan untuk langsung terjung ke masyarakat dengan memberikan pencerahan-pencerahan bagaimana menggunakan sosial media demi kecerdasan generasi muda. Tidak hanya itu, penelitian yang dihasilkan oleh para sarjana juga bisa digunakan sebagai titik tolak memberikan pendidikan media pada generasi muda.

Proses untuk menyamakan perspektif pemerintah, akademisi pendidikan tinggi, dan pendidik generasi muda tidaklah mudah. Akan banyak sekali tantangan yang harus dihadapi. Untuk itulah peran orang tua juga sangat dibutuhkan. Orang tua yang setiap hari bersentuhan langsung dengan generasi muda hendaklah sedikitnya harus tahu akan seperti apa dunia baru (baca: sosial media) generasi muda. Dengan kerja sama dan persepsi yang sama inilah, generasi muda bisa dicerdaskan melalui dunia sosial media. Sehingga, sosial media tidak hanya sekadar bentuk media baru yang dikonsumsi, tetapi juga menjadi media baru yang memproduksi ide-ide baru dan memupuk kemampuan kritis generasi muda demi kepentingan bangsa dan negara di waktu mendatang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar