Saya ingin bercerita. Kali ini tentang sebuah tanda seru (!)
di kampus saya tercinta, Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom), Universitas
Padjadjaran. Tanda seru berwarna putih berlatar belakang warna biru, bisa
dibilang rutin tersebar diseantero kampus ketika mendekati akhir tahun. Ya,
bilangan Oktober-Desember di setiap tahunnya. Tanda seru (!) berposter kecil
dan besar ditempel di dinding, kursi hingga tembok-tembok gedung perkuliahan.
Untuk saat ini, tanda seru (!) terpajang di gerbang masuk fakultas.
Pasti banyak yang bertanya, tanda apa itu? Anda pun mungkin
bertanya-tanya. Tapi saya tentunya tak akan memberikan jawaban akan arti tanda
seru (!) itu dalam konteks kampus saya.
Saya ingin bercerita lain dalam persepsi berbeda. Pada
1839-1914 seorang filusuf, ahli logika dan semiotika Amerika Serikat Charles
Sanders Pierce mengungkapkan bahwa kita sebagai manusia hanya bisa berfikir
dengan sarana tanda, tanpa tanda komunikasi tidak bisa dilakukan. Tanda menjadi
penting karena melalui tandalah manusia bertukar persepsi yang merupakan inti
komunikasi.
Tanda seru (!) berwarna putih, berlatar belakang biru tadi
menjadi media komunikasi antara komunikator (pemberi pesan) dan komunikan
(penerima pesan). Pada awalnya, tanda seru (!) berupa tumpukan huruf,yaitu huruf
i ditulis di atas huruf o, namun dirasa tak efektif. Tanda ini berasal dari
bahasa Latin “io” yang berarti “seruan kegembiraan”. Sekarang tanda seru (!) yang
simpel telah menjadi konsumsi kita saat ini.
Kembali ke cerita soal tanda seru (!) di kampus saya. Tanda
seru di sana tak selalu diartikan ‘seruan kegembiraan’, malahan diartikan suatu
tanda akan suatu hal yang mendebarkan dan penuh kehati-hatian. Sama seperti
tanda seru (!) di jalan raya yang menandakan tanda untuk berhati-hati. Di
aturan EYD Bahasa Indonesia, tanda seru (!) dipakai sesudah ungkapan atau
pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan,
atau rasa emosi yang kuat.
Bagi sebagian orang yang memiliki rasa emosi yang kuat,
tanda seru (!) tentunya menjadi perhatian serius. Tapi tidak bagi mereka yang
cuek atau tidak memiliki rasa emosi itu. Tanda itu hanyalah tanda biasa yang
tidak memiliki arti apapun baginya. Untuk itu, agar pesan tanda tersebut bisa
sampai pada objek, pemberi tanda seharusnya telah membentuk persepsi kuat bahwa
tanda seru (!) memiliki tujuan. Jika tidak tentulah tanda itu menjadi sia-sia.
Tanda seru (!) harus berakhir dengan kegembiraan, sesuai
dengan arti sebenarnya ‘seruan kegembiraan’. Kegembiraan tentunya hal yang bisa
mendekatkan hubungan antar berbagai pihak dilingkari rasa senang dan bahagia. Semoga
kegembiraan itu benar-benar terjadi.
Salam tanda seru (!)
Kamis, 18 Oktober 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar