Dibalik hingar bingar dunia perpolitikan Indonesia, ternyata sebuah pelajaran
penting bisa kita petik dari presiden kita, SBY. Di tengah kesibukannya
mengurusi negeri yang sedang berpesta demokrasi ini, SBY secara implisit
mengajarkan pada rakyatnya akan pentingnya mencintai keluarga.
sumber ilustrasi |
Belakangan ini, ditengah hebohnya kasus korupsi yang melanda politisi
dan partai politik, isu kejanggalan surat pemberitahuan pajak (SPT) SBY dan
keluarganya bocor ke publik. Melalui sebuah koran Indonesia berbahasa Inggris,
dipaparkan bahwa tagihan pajak SBY dan keluarganya tidak masuk akal bila
dibandingkan dengan gajinya.
Ketika isu pajak berhembus dan ramai diperbincangkan, SBY dan Ibu
Presiden, Ani Yudhoyono sedang menunaikan ibadah umroh. Jarak nan jauh tak
menyurutkan langkah SBY untuk melindungi nama baik keluarganya, dalam hal ini
kewajiban membayar pajak.
Dari Hotel Hitlon Jeddah, tempat di mana presiden menginap selama
mengikuti konferensi negara-negara Islam (OKI), SBY mengklarifikasi bahwa ia
dan keluarganya taat dan patuh membayar pajak. "Keluarga saya, yaitu saya
sendiri, anak saya pertama Mayor Agus Harimurti, dan anak kedua saya Edhi
Baskoro, adalah orang-orang yang patuh membayar pajak," ujar SBY di sebuah
media berita online.
Langkah tegas dan cepat untuk membersihkan nama keluarganya memberi
arti bahwa presiden sangat cinta pada keluarganya. Walaupun kedua putranya
telah berkeluarga dan berkarier, kewajiban seorang ayah yang mengayomi
keluarganya masih terlihat.
Dulu, ketika proses pernikahan putra SBY, Ibas dengan Aliyah Rajasa
(putri Menko Perekonomian Hatta Rajasa) pernah juga berhembus isu bahwa
perhelatannya menggunakan uang negara. Pernikahan yang dilangsungkan di Istana
Cipanas, Cianjur itu dinilai publik terlalu mewah, terlebih di saat itu angka
kemiskinan rakyat Indonesia masih tinggi. SBY pun buru-buru membantah sesaat
usai pengajian menjelang pernikahan Ibas dan Aliya di Puri Cikeas, Bogor bahwa
biaya pernikahan anaknya berasal dari kocek pribadi.
Terlepas dari perspektif politis, SBY sebagai presiden secara implisit
memberikan pelajaran bagi siapa pun, bahwa di tengah kesibukan kerja dan
berbagai amanah yang diemban, kewajiban melindungi keluarga harus tetap
dikerjakan. Kita tentu mengalami hal serupa, berbagai kesibukan mendera
hari-hari dan terkadang kita melupakan keluarga, entah itu orang tua, saudara
dan karib kerabat.
Cinta keluarga harus menjadi patokan seberapa cinta seorang manusia
pada manusia lainnya. Betapa tidak, SBY dengan tugasnya memimpin negara besar
Indonesia masih mampu meluangkan pikiran dan tenaganya untuk memberikan cinta
pada keluarganya. Terkadang sebagai rakyat, banyak pihak yang menyangsikan gaya
kepemimpinan SBY yang lambat dalam bertindak untuk kepentingan rakyat. Namun,
di sisi lain SBY mampu untuk bergerak cepat jika keluarganya dipermasalahkan.
Apakah ini yang dinamakan The Power of Love? Mungkin saja. Setidaknya
kita bisa belajar dari SBY bahwa betapa pentingnya mencintai keluarga,
karena keluargalah rumah kita
sesungguhnya di dunia ini.
Jatinangor, 6/2
Ditengah kerinduan pada keluarga nun jauh diseberang sana (Sumatera)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar