Menurut dia, masyarakat hanya bisa mengakses APBN ketika produk anggaran tersebut telah ditetapkan oleh pemerintah dan DPR RI.
"Tentang keterbukaan informasi kalau kita kaitkan dengan RAPBN atau APBN memang terjadi pendangkalan, pengaburan keterbukaan informasi," sebut Arif, dalam konferensi pers terkait Open Government Partnership, di Jakarta, Minggu (15/4/2012).
Ia menyebutkan, selama ini dokumen APBN dipandang sebagai hal yang rahasia ketika masih dibahas oleh pemerintah dan DPR. Baru setelah produk anggaran tersebut ditetapkan masyarakat bisa mengaksesnya.
Hal ini lantas bertentangan dengan Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), UU Nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik dan UU Nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara.
"Dalam UU Nomor 17 tahun 2003 bahwa anggaran negara harus dikelola secara transparan dan akuntabel untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat," tambah Arif.
Berdasarkan sejumlah produk hukum tersebut, keterbukaan informasi terkait APBN itu seharusnya dimulai dari proses pembahasan hingga pada produk APBN itu ditetapkan.
Maksudnya, produk APBN bisa diakses untuk mendorong partisipasi publik dalam proses pembahasan.
"Tapi faktanya RAPBN yang dibahas oleh pemerintah dan DPR itu masih dianggap sebagai dokumen rahasia. Ada pengaburan tentang makna semata informasi itu hanya ketika produk ditetapkan," tegas dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar