Berpuluh-puluh buku telah aku baca. Ludahku telah kering untuk membantu membalikkan ratusan hingga ribuan halaman buku. Berbagai pengetahuan telah aku telan, aku pahami, dan terkadang aku rekam kuat diingatannku. Tapi aku masib belum puas.
Siapa sangka ternyata kepuasan itu relatif. Ada orang yang baru membaca satu buku lantas puas. Tapi aku tidak. Aku tak puas jika hanya membaca. Aku tak puas jika hanya tahu. Aku lebih tak puas jika aku hanya membaca terus lupa. Aku puas jika aku mempunyai ide. Ide yang bisa aku tulis dan dibaca oleh mereka-mereka yang tak puas.
Pernah satu ketika aku berjalan di jalanan raya. Melihat dan mendengar deru bising kendaraan. Matahari terik, panas membakar kulit.
Pernah pula di suatu ketika aku duduk termenung di depan rak-rak buku di sebuah perpustakaan. Rak-rak itu bertingkat-tingkat. Di setiap tingkat tertata rapi sesuai jenis dan klasifikasinya. Ada buku-buku yang terus menua termakan zaman. Rapuh, robek, dan berakhir di tong sampah. Tapi ada juga yang diawetkan dalam lemari kaca.
Pernah pula di satu ketika aku bergelantungan di bus kota. Teriakan keras kenek bus menggaet penumpang. Sesekali berhenti. Menaikkan dan menurunkan penumpang. Ada yang menggerutu kesal. Ada pula yang tertidur pulas di pojok jendela bus kota. Ada yang bergelantungan hingga tangannya keras beradu besi karatan. Ada pula yang risih ketika para pengamen dan anak jalanan menyodorkan tangan meminta uluran uang.
Pernah lagi di suatu ketika aku membaca habis sebuah surat kabar. Informasi berseliweran. Foto-foto terpajang dengan seni tata letak. Tulisan-tulisan berita memusingkan mata. Belum substansi informasi yang terkadang tak tepat sasaran. Ada berita korupsi. Ada berita narkoba. Ada pula berita pak presiden berikan grasi ratu mariyuana asal negeri kangguru. Ada berita lumpur yang tak usai-usai. Semuanya berpacu. Membaca yang tak perlu. Begitupun aku.
Pernah di satu ketika aku merasakan....... Ah, aku terlalu banyak berbicara ‘ketika’. ‘Ketika’ yang tak bisa memuaskan hasrat jiwa. Ingat, aku butuh kepuasan. Kepuasan untuk memiliki ide. Iya, aku tahu bahwa kepuasan itu relatif. Aku ingin menikmati kerelatifan kepuasan itu. Itu semua berawal dari ide.
Telah banyak aku melihat, mendengar dan merasakan. Belum ada sesuatu ide yang bisa aku munculkan. Ini berdampak pada kepuasaanku.
Aku mohon, ide datanglah kau saat ini. Aku ingin berkenalan denganmu. Aku ingin berpuas diri menikmatimu. Biar kepuasan ini bisa aku rasakan. Aku tularkan.
Datanglah ide, kenalkan: ini aku. Aku yang mencarimu di setiap sisi. Aku telah mencarimu dimana-mana. Aku telah ke jalan raya. Aku telah ke perpustakaan penuh rak buku. Aku telah bergelantungan di bus kota. Aku pun telah membaca habis surat kabar hari ini. Tapi mengapa kau tak sudi berkenalan denganku wahai ide. Apa salahku. Apakah kau belum puas melihat perjuanganku untuk menemuimu. Sesulit itukah bisa mengenalmu?
Sungguh aku putus asa wahai ide. Aku tak tahu apalagi yang harus kulakukan. Jika kau tak cukup waktu untuk berkenalan denganku. Izinkan aku merasakan keberadaanmu. Biarkan dekapan eratmu membuatku mencapai kepuasan. Kepuasan yang membawaku pada senyum dan rasa bahagia.
Aku akan merenung lagi.
Aku akan mencoba menjawab. Kini aku tahu keberadaanmu wahai ide. Aku tahu. Kali ini kau tak bisa bersembunyi lagi. Sekarang aku bisa tersenyum. Kepuasanku mendapatkan dan menyalurkanmu segera terwujud.
Sekarang dengarkan wahai ide. Kau pasti ada dimana-mana. Kau ada di bus kota, kau ada di perpustakaan penuh rak buku, kau ada di jalanan dan kau ada di surat kabar. Sepertinya kau tidak pernah bersembunyi wahai ide. Kau terbuka. Mau berkenalan dengan siapa pun. Hanya saja aku yang lupa. Aku dan mereka lupa bahwa kau ada dalam pertanyaanku selama ini.
“Perkenalkan, ini aku. Kau pasti ide,” ujarku mengulurkan segala sesuatu.
“Iya. Aku Ide Cemerlang tepatnya. Terima kasih telah berkenalan denganku. Jaga aku agar tetap berkenalan denganmu,” ide menjawab sekenanya.
“Pasti akan. Karena aku sumber keberadaannmu,” jawabku sambil tersenyum.
Sekarang aku telah puas. Bagaimana dengan kau? Apakah sudah puas. Jika belum carilah idemu, berkenalanlah dan nikmati setiap kebersamaanmu mencapi kepuasaan yang relatif.
Jatinangor, 2012
Ya, Bon. Dunia ini adalah dunia ide-ide. Dia berseliweran di mana-mana. Kau bisa memancingnya dengan melihat, membaca, mendengar, menyimak, hingga merasakan apa yang terjadi di sekelilingmu.Kalau sudah begitu biasanya dia hinggap tak henti-henti.
BalasHapus