Tidak beberapa hari lagi, 22 Januari mendatang akan diperingati Tahun Baru Imlek 2563. Berbicara tentang Imlek, tentunya tidak bisa terlepaskan dari keberadaan etinis Cina atau Tionghoa di Indonesia. Ketika era Gus Dur, jelas sudah bahwa kepercayaan Tinghoa telah diterima sebagai salah satu kepercayaan nasional.
Namun, dalam tulisan ini, sesuai dengan judul yang diutarakan di atas, saya ingin mengajak para pembaca untuk melihat arti atau definisi dari Imlek bagi Indonesia. Selama ini tentunya kita sebagai bangsa Indonesia (bangsa pribumi) telah merasakan bagaimana budaya Cina berasimilasi. Tidak hanya angpao atau bakpau. Tapi, ada hal lain yang lebih besar lagi. Yaitu, persaingan ekonomi Indonesia dan Cina.
Dengan disahkannya perdagangan bebas asian dan Cina (ACFTA) beberapa waktu lalu membuat kita sebagai bangsa Indonesia merasakan dampaknya. Mulai dari barang elektronik, bahan kebutuhan pokok, dan pakaian berlabel Cina menyerang Indonesia. Dengan kualitas memadai dan harga murah, tak ayal produk barang dalam negeri harus bertekuk lutut. Sebagai contoh, saat ini mungkin kita sulit untuk menemukan jeruk berwana hijau produk dalam negeri. Mulai dari pasar tradisional, mini market dan supermarket selalu menawarkan jeruk-jeruk Cina. Lalu apakah kita harus berdiam diri?
Etnis Cina di Indonesia telah ada sebelum Indonesia merdeka tahun 1945. Mereka telah masuk ke dalam negeri ini dan berjuang bersama pribumi untuk memerdekakan Indonesia. Sebagian besar profesi mereka dibidang perdagangan. Malahan, ketika masa kolonial, ada di antara mereka yang masuk ke daerah pedesaaan dan menjadi petani. Hingga sekarang, jumlah generasi Cina di Indonesia sudah cukup banyak. Mereka telah membaur, bersatu dan berbuat besar bagi Indonesia.
Keberadaan etnis Cina sejak masa kolonial hingga sekarang masih dalam posisi mayoritas dan minoritas. Mata sipit, kulit putih Cina masih menjadi jurang pemisah. Oleh karenanya, hingga saat ini sedikit sekali mungkin kita dapatkan etnis Cina yang berada di sektor pemerintahan (politik dan birokrasi). Mungkin mereka takut atau bingung. Mungkin mereka ingin berkontribusi besar untuk negeri Indonesia ini. Tapi, besarnya jurang diskriminasi dari pribumi membuat mereka takut dan enggan untuk berbuat lebih banyak dan besar.
Melihat perkembangan ekonomi politik RRC yang saat ini menjadi kekuatan baru di dunis, sudah sepatutnya kita waspada. Negara Indonesia pun diprediksikan juga menjadi pemimpin ekonomi masa depan. Sekarang pertanyaannya, siapakah yang sanggup untuk membawa Indonesia menjadi pemimpin dunia? Saya, dalam tulisan ini tentunya tidak menyalahkan bangsa pribumi Indonesia. Tapi, terkadang kita harus membuka mata dan menjernihkan hati untuk melihat realitas sosial ekonomi yang ada.
Semenjak masa orde lama, orde baru dan masa reformasi, Indonesia selalu sibuk mengurusi permasalahan yang berulang. Baik itu permasalahan konflik antar agama, antara suku, korupsi, birokrasi, hingga ke permasalahan ketidakadilan. Setiap masa pemerintahan selalu disibukkan untuk itu. Hal ini lah yang melupakan Indonesia bahwa saat ini kita lambat laun sedang mulai dijajah dari berbagai sisi. Mulai dari beras, garam, barang-barang elektronik, dan BBM kita harus impor. Mirisnya, bukan karena kita tak berpunya. Tetapi, kita (Indonesia) tidak bisa bersyukur dan mengolah segala kekayaan negeri ini.
Oleh karenanya, dalam memperingati Imlek mendatang, perlu mungkin bagi kita sebagai bangsa Indonesia untuk meredefinisi kembali posisi etnis Cina di Indonesia. Tentunya diharapkan kesadaran dari berbagai pihak bahwa etnis Cina di Indonesia merupakan bagian dari bangsa Indonesia. Bangsa yang cinta tumpah darah Indonesia. Terlebih mengingat keberadaan Cina yang semakin kuat di kawasan Asia dan Dunia. Perlulah rasanya untuk melibatkan saudara kita dari Etnis Cina dalam memajukan bangsa dan negeri ini. Baik itu dalam bidang pendidikan, politik, ekonomi dan sebagainya. Saya pribadi berharap, dengan kolaborasi yang menghilangkan segala sentimen negatif, kita sebagai bangsa Indonesia akan mampu melawan dan memenangkan segala pertarungan di kancah internasional. Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar