Ke mana ikan-ikan di perairan Indonesia ? atau tidak ada lagi nelayan yang mau melaut ? Sungguh aneh, negara kelautan kok "berani-berani" impor ikan.
Indonesia telah memperlihatkan ketidakmampuannya untuk memanfaatkan kekayaan laut. Hampir 2/3 dari wilayah Indonesia berupa perairan laut atau memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km. Secara global, Indonesia memiliki 14% garis pantai seluruh dunia, tetapi masih saja Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhamad mengatakan arus impor masih berlangsung untuk perikanan beku dan pengolahan (Lihat situs Kompas.com, Tidak Serius Hadapi ACFTA,11/4).
Pada tahun 2009, Indonesia mengimpor produk perikanan beku dan olahan senilai 236,18 juta dollar AS. Ketidakmampuan Indonesia mengolah kekayaan alam ini diperlihatkan lagi pada tahun 2010, dengan adanya peningkatan nilai impor sebesar 33,57 persen dari impor tahun 2009. Secara total mengimpor produk perikanan sebesar 327.723 ton ikan. Sebagian besar ikan yang di impor berasal dari negara Cina.
Timbul pertanyaan, mengapa bisa terjadi peningkatan impor produk perikanan di Indonesia. Alangkah tidak masuk akalnya, Indonesia yang dahulunya memiliki jargon "Nenek moyangku seorang pelaut", sekarang generasi penerusnya malahan mengimpor ikan.
Tidak bisa dipungkiri sepanjang 2009-2010 perubahan cuaca yang ekstrim terus melanda Indonesia. Apakah hal ini yang menyebabkan tidak bisanya nelayan Indonesia pergi melaut ? Atau jangan-jangan pemerintah tidak memiliki perhatian yang serius untuk meningkatkan jumlah produk ikan dalam negeri.
Bercermin dari negara Cina, sejak ditandatanganinya Perjanjian Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA) satu tahun lalu, produk Cina semakin laku keras di pasar Indonesia. Pada data dan pantauan media massa Kompas menghasilkan neraca perdagangan Indonesia-China mengalamai defisit di pihak Indonesia. Salah satu penyumbang defisitnya neraca perdagangan tersebut tentulah impor produk perikanan.
Pemerintah mengklaim bawa mereka telah mengendalikan impor produk ikan yang semakin marak. Untuk melindungi diri, pemerintah seperti menyalahkan semakin luasnya perdagangan bebas.
Pemerintah tidak bisa menyalahkan siapa pun akan musibah impor ikan ini. Pemerintah sebenarnya sejak sembilan tahun lalu sudah mengetahui bahwa perdagangan bebas ASEAN-Cina akan disepakati pada Januari 2010. Pastilah pemerintah sudah memiliki ancang-ancang, hal apa yang harus dilakukan. Keputusan strategis dan teknis seperti apa, hendaknya sudah matang dan siap untuk dijalankan.
Untuk tahun 2011 ini, pemerintah tidak bisa lagi terus-terusan mencari alasan akan kenaikan impor produk ikan ini. Khususnya, Departemen Kelautan dan Perikanan, segera mungkin mencari akar masalah mengapa impor bisa terjadi. Jika itu masalah perubahan iklim, mengapa Cina bisa memproduksi ikan lalu mengekspor. Tidak masuk akal pula jika pemerintah mengatakan bahwa ikan di perairan Indonesia sudah habis.
Menurut hemat saya, pemerintah hendaknya memberikan perhatian khusus bagi semua nelayan Indonesia. Dengan memberikan pinjaman modal dan pengetahuan teknis penangkapan ikan yang baik, hal itu bisa meningkatkan produktivitas hasil tangkapan. Karena selama ini terlihat bahwa nelayan hanya memiliki perahu untuk kapasitas danau yang berair tenang. Di samping itu pun, perahu juga seperti mau tutup usia. Wajar saja jika ketakutan nelayan untuk melaut membesar.
Di samping bantuan langsung pada nelayan, pemerintah haruslah mengontrol harga pasar. Harga ikan impor yang murah tentu akan membuat konsumen Indonesia tidak memilih ikan lokal. Di sinilah peran besar pemerintah untuk memberikan harga yang bersaing dengan harga ikan impor. Kebijakan harga pasar yang menguntungkan nelayan Indonesia pada akhirnya akan meningkatkan kesahjateraan. Pada akhirnya, kesejahteraan itulah yang akan meningkatkan kembali produktivitas hasil tangkapan atau produk perikanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar