Sebentar lagi kekuasaan rezim SBY akan mempraktikkan apa yang pernah dilakukan oleh rezim orde baru. Orde baru jilid II merupakan kata yang tepat untuk menggambarkan bagaimana rezim berkuasa saat ini memiliki kewenangan untuk menghampiri, menyusup, dan mengobrak-abrik kehidupan masyarakat Indonesia. Tentunya dilakukan melalui Badan Intelejen Negara (BIN). Ini akan terjadi jika draft RUU Intelejen disahkan.
RUU Intelejen Negara saat ini sedang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dan pemerintah. Sebelum RUU itu dibahas bersama DPR, masyarakat Indonesia sudah mencium adanya ketidakberesan rancangan, karena memberikan kewenangan khusus bagi badan intelejen. Ada juga pihak yang mengatakan bahwa RUU Intelejen ini sangat prematur untuk dibahas dan disahkan.
Tidak dipungkiri, setiap negara membutuhkan Badan Intelejen yang kuat dan memiliki posisi strategis untuk mengamankan negara dan bangsa dari berbagai serangan. Di negara lain, juga terdapat badan intelejen, misallkan Overseas National Association (ONA) Australia, Central Inteligent Agen (CIA) Amerika, dan Komitet Gosudarstvennoy Bezopasnosti (KGB) Rusia. Ketiga lembaga tersebut merupakan alat pemerintah untuk mengantisipasi ancaman terhadap negara dan bangsanya.
Belum terhapus dibenak rakyat Indonesia, tiga puluh dua tahun masa orde baru yang penuh kekangan dan ketakutan. Rezim Soeharto yang tidak memberikan kebebasan bagi bangsa sendiri untuk melakukan perlawanan dan pengritikan terhadap pemerintah. Penangkapan, penculikan, dan pembunuhan selalu mewarnai kehidupan masyarakat yang berani melawan pemerintahan. Untuk berbicara mengritik pemerintah saja, haruslah lihat kiri dan kanan, takut ada intel di sekitar.
Sekarang, ketakutan seperti masa orde baru timbul lagi ketika pemerintah mengajukan draft RUU Intelejen kepada DPR. Pada rancangan tersebut, ada beberapa pasal yang bisa disalahgunakan oleh pemerintah untuk menginteli rakyat sendiri. Misalkan pada Pasal 15 RUU Intelejen, terdapat penyamaran wewenang menangkap menjadi wewenang memeriksa intensif selama 7 x 24 jam. Orang yang diperiksa pun tidak bisa memberikan kabar kepada siapa pun, termasuk keluarganya.
Negara ini memiliki badan keamanan yang menjaga rakyat dari berbagai ancaman. Salah satu badan keamanan tersebut adalah Polisi Republik Indonesia (Polri). Polri memiliki tugas untuk menangkap, memeriksa dan menyerahkan pada pengadilan akan pihak-pihak yang mengganggu keamanan dan ketertiban negara.
Dengan adanya RUU Intelejen tersebut, pemerintah melalui badan intelejen semena-mena dengan rakyat sendiri. Bayangkan, seseorang yang tertangkap intelejen tidak bisa menghubungi keluarga dan intelejen berhak memeriksa selama seminggu. Besar kemungkinan berbagai intervensi, kekerasan, dan pemaksaan akan terjadi. Pahitnya, pembunuhan bisa saja terjadi.
Pelanggaran HAM
Kewenangan khusus yang diberikan pada badan intelejen melalui RUU Intelejen bisa melanggar Hak Asasi Manusia (HAM. Hal sudah tergambar pada Undang - Undang No. 39 Tahun 1999, tentang Hak Asasi Manusia. Khususnya, pada pasal 5 ayat 2 disebutkan bahwa setiap orang berhak mendapat bantuan dan perlindungan yang adil dari pengadilan yang objektif dan tidak berpihak.
Hal ini sangat bertentang dengan apa yang ada dalam draft RUU Intelejen yang memiliki kewenangan menangkap dan menginterogasi selama 7x24 jam tanpa dibolehkan untuk menghubungi keluarga. Sangat besar kemungkinan terjadinya pelanggaran HAM.
Oleh karena itu, di saat negara ini sudah lepas dari kungkungan orde baru, biarkan reformasi berjalan mengalir mengikuti alurnya. Demokrasi yang sudah terbangun, jangan dirusak lagi oleh pemerintah dengan memberikan kewenangan lebih pada BIN. Perlu diingat bahwa pemerintah itu dipilih oleh rakyat dan bekerja untuk kesahjateraan rakyat setinggi-tingginya. Pemerintah dan rakyat adalah satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan dan saling menguatkan. Jangan sampai hadirnya draft RUU Intelejen ini semakin membuat hilangnya kepercayaan rakyat kepada pemerintah.
Di samping itu, sangat perlu rasanya untuk mengkaji ulang dan mempertimbangkan akan beberapa pasal yang bertentangan dengan HAM. Kapan perlu dihapuskan saja kewenangan khusus badan intelejen yang bertentangan dengan HAM. Sehingga, orde baru jilid II hanyalah ketakutan belaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar