Di persimpangan jalan Gadjah Mada
no 59 Surakarta, di bawah pohon rindang terlihat pemandangan unik. Seorang
tukang becak bertopi merah sedang mengamati halaman-halaman koran di etalase
kaca. Selang sesaat, beberapa orang ikut bergabung dan serius mengamati
halaman-halaman koran tersebut.
Sejuknya hembusan angin siang hari,
tak mengahalangi aktivitas warga Solo untuk mampir ke persimpangan jalan itu.
Ya, tepatnya di depan Gedung Monumen Pers Nasional, di bawah pohon rindang
koran-koran dinding itu dipajang dan dikonsumsi setiap hari oleh masyarakat.
Berbagai informasi disajikan
melalui koran dinding itu. Isu politik, hukum, ekonomi, olahraga hingga iklan
lowongan kerja menjadi konsumsi harian warga Solo di saat siang dan sore
menjelang.
warga Solo sedang menikmati sajian koran dinding/foto: dokumentasi pribadi |
Koran dinding, saya menyebutnya
demikian, menjadi bukti bahwa budaya baca dikalangan masyarakat masih ada.
Kemasan menarik, situasi dan suasana yang tepat serta budaya membaca sambil
berdiri, menjadi daya tarik bagi koran dinding sehingga senantiasa dikunjungi.
Koran dinding, seperti di kota Solo
ini sulit ditemukan di perkotaan Indonesia. Sepenemuan saya, hanya baru di
depan gedung societe Sasana Soeke (sekarang gedung monumen pers nasional)
budaya baca koran dinding dilestarikan.
Koran dinding menurut saya tak
sekadar koran yang ditempel di papan kaca bak papan-papan pengumuman. Lebih
dari itu, terdapat suatu budaya baca yang memberikan efek samping positif bagi
kebersamaan sebagai satu kehidupan sosial.
Budaya baca koran dinding pun
menjadi sajian unik dan menarik di tengah berkembangnya dunia komunikasi
informasi. Bisa bersama kita saksikan dan rasakan, di era penuh gadget setiap
individu dengan mudahnya mengakses informasi dari situs-situs online. Tak perlu
melewati terik matahari dan padatnya lalu lintas, informasi sesuai keinginan
dengan gampang dapat diperoleh.
Dengan adanya koran dinding,
masyarakat secara langsung dapat berkomentar,
bercoloteh dan berdiskusi tentang topik-topik di koran tertentu yang
dipajang. Pola pikir dan sikap untuk mengenal sesama lambat laun akan tumbuh di
saat kegiatan membaca. Semua merasa sama, tak ada lagi pembedaan status sosial,
semua terfokus menikmati sajian media massa.
Budaya baca dan koran dinding bisa
saja menjadi sebuah tawaran baru di tengah semakin menurunnya minat baca
masyarakat akan media massa cetak seperti koran. Pemerintah daerah di seluruh
Indonesia dimungkinkan untuk menerapkan budaya koran dinding seperti di kota
asal Jokowi ini. Tempat-tempat strategis fasilitas umum bisa diletakkan koran
dinding. Di samping melayani masyarakat akan informasi, koran dinding bisa
dijadikan satu cara untuk meningkatkan kembali budaya baca di kalangan
masyarakat luas.
Bagi Anda yang tidak mau membeli
koran atau malas membaca, budaya baca koran dinding mungkin pilihan tepat. Di
samping unik, tentunya akan menyenangkan dan menambah kenalan dengan sesama
pembaca koran dinding.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar