Riuh gegap gempita rakyat Indonesia merayakan pergantian tahun 2012 sudah berlalu. Keindahan pemandangan kembang api dilangitan sudah hilang. Sahutan terompet yang memekakkan telinga pun perlahan-lahan mulai menghilang. Namun, jeritan hati rakyat Indonesia yang tertindas hingga saat ini masih menyala. Malahan jeritan itu semakin keras ketika mereka yang bertanggung jawab tak menghiraukannya.
Dalam rentang dua bulan ini, sejak pertengahan Desember 2012 beberapa masyarakat yang berasal dari berbagai daerah berkemah di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia. Mereka adalah ratusan warga dan petani dari Pulau Padang, Riau, Jambi dan Lampung Tengah. Mereka berkemah bukan tak punya rumah. Bukan pula mau menyaingi kemewahan gedung DPR, melainkan hanya menuntut keadilan. Keadilan yang direnggut para penguasa dan pengusaha.
Intinya, mereka menuntut agar pemerintah pusat mencabut izin perusahaan-perusahaan industri yang dianggap merebut lahan petani dan menggusurnya secara paksa. Bahkan, ada yang menggusur lahan mereka dengan cara-cara kekerasan.
Tidak hanya itu, ada cerita lain lagi. Anak berusia 15 tahun terancam hukum penjara 5 tahun karena mencuri sendal di Palu, Sulawesi Tengah. Lebih hebatnya, moncong senapan aparat penegak hukum berhasil menewaskan para pengunjuk rasa warga Lambu di Pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat, 24 Desember lalu. Alasannya klasik, warga berunjuk rasa tidak mau mematuhi perintah aparat untuk membubarkan diri. Hebatnya, Komisi Nasional HAM menilai, polisi telah melakukan pelanggaran dengan melakukan kekerasan dan melepaskan tembakan pada warga yang sudah menyerah.
Melihat beberapa kejadian ketidakadilan di negeri ini, patut rasanya kita khawatir akan masa depan bangsa dan negara ini. Mengapa ini bisa terjadi? Terjadinya pun berulang kali. Atau jangan-jangan Dewi Adikia-Dewa Ketidakadilan dan Perbuatan Bersalah- sedang menguasai jiwa dan raga bangsa ini. Hal ini berbanding terbalik dengan gambaran mitologi Yunani sebenarnya. Dalam mitologi Yunani, Dewi Adikia digambarkan dengan makhluk buruk rupa yang dicekik oleh Dike,dewi keadilan, di atas peti Kipselos.
Sudah sepatutnya kita sebagai bangsa untuk bersedih akan kondisi Indonesia saat ini. Betapa tidak, dewi keadilan hanyalah cita-cita dan harapan kosong setiap jiwa. Saat ini, keadilan adalah hak milik golongan tertentu. Golongan penguasa atau pengusaha. Sedangkan golongan rakyat, hanyalah peneriak yang tak mendapatkan apa-apa, kecuali kekecewaan.
Lalu apa yang harus kita lakukan untuk mengembalikan kekuasaan Dike, dewi keadilan? Ada pepatah kuno dalam bahasa Latin mengatakan, Vox Populi, Vox Dei “Suara Rakyat adalah Suara Tuhan”.Rakyat yang selama ini menderita dan tidak merasakan keadilan patutlah menggerakkan kembali suara Tuhan yang disebut oleh pepatah kuno tadi. Dengan adanya aksi dari pemegang suara Tuhan, maka Dike, dewi keadilan akan berjaya menang melawan Adikia. Sehingga keadilan akan tegak kembali.
Nice blog! :)
BalasHapus