Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia naik kelas. Dulu, mereka suka bermain berbagai jenis ikan. Mulai dari ikan teri, ikan salmon, dan ikan paus. Puas bermain binatang air, mereka pun mencoba ke wilayah daratan. Tak muluk-muluk, mereka saat ini disibukkan dengan pencarian kambing hitam. Tentunya, hingga saat ini belum ditemukan.
Kambing hitam ini tidak jelas kelaminnya. Entah itu jantan atau betina. Namun, pencarian kambing hitam ini muncul ketika wakil rakyat disibukkan ketika mereka merenovasi toilet dan ruang rapat banggar. Hal yang buat mereka makin lupa adalah ketika mereka disibukkan akan permasalahan kalender dan pengharum ruangan.
Sangat disayangkan rasanya, anggota dewan terhormat dan (mungkin) memiliki intelektual baik harus kehilangan kambing. Tapi, jika dipikir-pikir mereka patut merasakan hal serupa. Betapa tidak, mereka hanya menghabiskan waktu untuk pelesiran ke luar negeri. Rancangan Undang-Undang dibiarkan terbengkalai. Ketika masa bersidang, banyak di antara mereka tidak datang. Kursi mereka kosong. Anggota yang datang, hanya untuk tidur dan berbincang-bincang rekan sejawat. Pidato pimpinan DPR dan interupsi bagaikan dongeng pengantar tidur. Tapi, tidak semua seperti itu.
Kambing hitam itu mungkin saja bisa menjadi sapi atau kerbau. Mengingat sepak terjang wakil rakyat yang hebat dan menghebohkan. Hebat, karena tak peduli kondisi rakyat. Hebohnya terletak pada uang yang dihabiskan untuk pemborosan.
Di tahun lalu, DPR harus gagal dalam rencana pembangunan gedung baru senilai Rp 1,3 triliun rupiah. Pepatah - banyak jalan menuju Roma - benar-benar dipahami dan dipraktikkan. Tidak jadi gedung, ruangan pun bisa. Tak tanggung-tanggung, Rp 20 miliar dihabiskan untuk ruangan berukuran 10 x 10 meter persegi. Tentunya dilengkapi fasilitas bintang lima. Ada kursi ergonomis anti pegal, pengedap suara, dan televisi berharga mahal. Jangan salah, kursi tersebut produk internasional.
Kita kembali ke kambing hitam. Saya menilai, DPR ini kebanyakan binatang peliharaan. Ikan belum selesai, sudah beralih ke kambing. Untuk kambing hitam yang belum ditemukan ini, sudah selaiknya DPR gentelman. Tidak saling tunjuk dan saling menyalahkan. Toh, sama-sama pemelihara binatang.
Konon katanya, pimpinan DPR Marzuki Ali sekaligus pimpinan BURT tidak dilibatkan dalam renovasi ruangan ini. Saya pikir ini wajar, karena pimpinan terhormat ini lagi sibuk dengan permasalahan kalender dan parfum ruangan. Karena kesibukannya itulah, pimpinan DPR harus tidak diikutkan dalam pembahasan. Akibatnya sederhana, Sekjen DPR Nining Indra Saleh mendapatkan Surat Peringatan (SP) dari Marzuki Ali.
Apakah itu tindakan aneh? Tidak. Sudah sewajarnya di sebuah lembaga. Tapi, permasalahan sekarang adalah uang itu sudah dibelanjakan. Ruangan rapat sudah mewah. Kursi produk luar negeri sudah ada di sana. Lalu buat apa saling tuding sana sini?
Namun, tunggu dulu. Fakta di lapangan mengatakan Sekjen tidak mau disalahkan. Nining Indra tidak mau bertanggung jawab dengan renovasi ruang banggar tersebut. Lalu, telunjuk tuduhan diarahkan ke Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR. Toh, ketua BURT adalah Marzuki Ali dan ia tidak mengetahui hal itu. Nah, setelah ini mau ke mana lagi?
Saya pikir, ini adalah dagelan baru. Panggung sandiwara baru. Mungkin anggota dewan berfikir, rakyat tentunya sudah puas dan bosan dengan sajian bernuansa ikan. Saatnya mengganti dengan sajian kambing. Mari kita saksikan pencarian kambing hitam DPR. Selamat menikmati !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar